Wahai Orang Tua, Ingat 2 Hal, Jangan Tanya lagi Nilai pada Anak, Jangan Paksa Latihan Soal

001-Jangan tanya lagi nilai pada anak-Foto Bukik Setiawan
Bukik Setiawan bersama pengawas yang sudah menerapkan merdeka belajar. (foto: yayasan guru belajar)
0 Komentar

Orang tua jangan tanya lagi nilai pada anak. Nilai hanyalah indikator bisu yang bisa menipu kemampuan anak. Lakukan proses sebaik mungkin agar anak berhasil dalam pendidikan.

RADARPEKALONGAN.ID – Memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini, Kemendikbudristek mengusung tema “Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar”.

Menurut ketua Yayasan Guru Belajar, Bukik Setiawan, prinsip merdeka belajar sudah mengubah banyak hal pada sistem pendidikan nasional.

Baca Juga:Pilkades Serentak di Kabupaten Tegal Digelar Oktober 2023, 5 Desa Alami Kendala3 Keuntungan Bulan Mei Beli Honda, Buruan Mumpung Lagi Promo Besar-besaran

“Sudah banyak yang diubah oleh Mas Menteri melalui kebijakan merdeka belajar. Tantangan yang dulunya kita hadapi sudah mulai diatasi dengan berbagai agenda-agenda perubahan. Tapi mengubah kebijakan dan mengubah praktik tentu berbeda. Itu yang perlu kita kawal,” katanya, pada Selasa (2/5/2023).

Jangan tanya lagi nilai pada anak, ukuran keberhasilan bukan pada nilai

Bukik menjelaskan, setidaknya ada dua hal yang dulunya menjadi tantangan bagi kemajuan pendidikan Indonesia. Pertama, adanya ujian nasional yang memaksa guru mengajar secara tekstual atau hanya berdasarkan textbook.

Bukik menyebutnya sebagai “guru mengajar LKS (lembar kerja siswa)”. Murid dipaksa mengerjakan soal latihan setiap hari agar mendapat nilai yang bagus pada ujian nasional. Orientasinya tidak pada kompetensi murid namun penguasaan materi yang sangat banyak.

UN itu multibeban, buat mengukur prestasi murid, sekolah, kepala daerah. Tidak ada kepala daerah yang mau namanya tercoreng, jadi dia menekan ke dinas pendidikan, dinas menekan ke sekolah, sekolah ke guru, guru ke murid,” terangnya.

Sebagai perbaikannya, saat ini evaluasi murid dipisah dari evaluasi sekolah dan daerah melalui Asesmen Nasional (AN). Murid yang mengikuti AN tidak tahu nilainya, karena memang tidak digunakan untuk mengukur kompetensi individu.

AN memberikan gambaran kondisi sekolah. Hasilnya akan mendorong sekolah dan dinas pendidikan fokus pada hal yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki. Instrumen AN bahkan mengukur hingga aspek afektif dan iklim pembelajaran.

Lalu tantangan kedua adalah kurikulum yang terlalu banyak konten atau materi pembelajaran. Bukik mengungkapkan, kurikulum di Indonesia termasuk yang materinya paling padat. Namun, saat ini materi di kurikulum merdeka sudah jauh lebih ringkas.

0 Komentar