“Sudah terlalu lama negara melakukan pembiaran terhadap segala tindak kejahatan yang terjadi terhadap monyet dan beruk, yang mengancam hak hidup mereka di hutan. Dengan tidak menetapkan mereka sebagai satwa dilindungi, berarti negara turut andil dalam depopulasi kedua spesies tersebut, dan membiarkan terjadinya konflik serta terganggunya keseimbangan lingkungan.” kata Fiolita Berandhini S.H., dari Animal Don’t Speak Human (ADSH).
Macaque Coalition juga menggarisbawahi peningkatan nyata eksploitasi monyet, berupa naiknya aktivitas penangkapan liar, peningkatan ekspor untuk tujuan biomedis, dan konten kekejaman online seperti yang terekam dalam investigasi Narasi berjudul Indonesia Surga Penjagal Bayi Monyet. Sebelumnya di bulan Maret 2022, The International Union for Conservation of Nature (IUCN) menaikkan status monyet ekor panjang dan beruk dari rentan (vulnerable) menjadi terancam punah (endangered). Populasi kedua spesies ini juga terus menurun akibat alih fungsi lahan untuk pemukiman, kawasan ekonomi, pertanian dan perkebunan, serta perburuan.
Aksi hari ini tak lepas dari rangkaian aksi nasional yang akan berlangsung hingga Januari 2023. “Saat ini spesies monyet ekor panjang dan beruk di Indonesia sudah terancam. Kami tidak akan berhenti hingga Menteri Siti Nurbaya memberikan perlindungan hukum kepada mereka,” kata Angelina Pane, juru bicara koalisi sekaligus Manajer Kampanye Animal Friends Jogja (AFJ).
Baca Juga:Babinsa Bluluk Dikerahkan Lancarkan Pemulihan Ekonomi DesaPangdam V/Brawijaya Panen Raya Padi Japonica di Ngawi
Dari kantor KLHK, relawan berpindah ke kawasan patung kuda, Jl. Medan Merdeka Barat, dan kembali menyampaikan aspirasi hingga pukul 15.30. Aksi kali ini mendapat dukungan warga Jakarta yang melintas, berupa solidaritas untuk monyet dengan bergabung ke dalam aksi, dan menyebarkan poster tuntutan di akun media sosial masing-masing.