Sistem Pemilu Proposional Tertutup Diwacanakan, Anggota DPR RI FKB Bilang Itu Beli Kucing Dalam Karung

Sistem Pemilu Proposional Tertutup Diwacanakan, Anggota DPR RI FKB Bilang Itu Beli Kucing Dalam Karung
Anggota DPR RI MF Nurhuda Yusro. (Radarpekalongan.id/Abdurrohman)
0 Komentar

PEKALONGAN, Radarpekalongan – Sistem pemilu proposional tertutup atau coblos partai, kembali diwacanakan menjelang Pemilu serentak 2024. Itu setelah dua kader partai politik telah mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah Pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), termasuk soal sistem proporsional terbuka.

Tak hanya dua kader sebagai pemohon dalam uji materi tersebut, namun juga terdapat empat perseorangan warga negara.Pemohon perkara nomor: 114/PUU-XX/2022 terdiri dari Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi (anggota Partai NasDem); Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka menggandeng pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa.

Para pemohon meminta agar MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional, sehingga sistem pemilu di Indonesia dapat diganti dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Baca Juga:Walikota Aaf Sampaikan Apresiasi Terhadap Kinerja Kemenag Kota PekalonganAlasan Lengkap Jokowi Terbitkan Perppu Cipta Kerja, Begini Penjelasannya?

Merespon hal tersebut, Anggota DPR RI M Nurhuda Yusro MF menyatakan ketidaksetujuannya. Sistem tersebut pernah diterapkan ada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu 1999.

“Sistem pemilu proporsional tertutup seperti beli kucing dalam karung. Karena rakyat selaku pemilik kedaulatan negeri ini tidak memilih nama calon anggota legislatif yang dikenal atau dipercaya untuk mewakilinya di lembaga parlemen di tingkat Nasional maupun Daerah. Karena disuruh memilih partai politik,” bebernya.

Dampak negatif lain dari sistem pemilu proposional tertutup ialah akan menurunkan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu. “Dampak negatif lainnya akan merenggut kedaulatan rakyat, dan itu pelanggaran konstitusi,” tutur politisi asal FKB.

Sekarang ini, sambung Huda, sistem pemilu di Indonesia masih menganut prinsip proporsional terbuka. Sistem ini digunakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Ketentuan mengenai sistem pemilu legislatif ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 168 Ayat (2).

“Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka,” demikian bunyi pasal tersebut.

Melalui sistem proporsional terbuka, pemilih bisa langsung memilih calon anggota legislatif (caleg) yang diusung oleh partai politik peserta pemilu. Sistem proporsional terbuka di Indonesia digunakan pada Pemilu Legislatif 2004, 2009, 2014, dan 2019. (dur)

0 Komentar