Wabah Kematian Cengkeh Ganggu Ekonomi Warga Tembelang Gunung

Cengkeh
ANTUSIAS - Ibu-ibu Dukuh Petungkon antusias mengikuti wokshop pembuatan minuman serbuk herbal jahe kapulaga yang dihadirkan Tim Mahasiswa KKN 57 UIN Gus Dur.
0 Komentar

KAJEN – Sejak dulu, masyarakat Dukuh Petungkon memang masyhur dikenal sebagai salah satu sentra penghasil cengkeh terbesar di Kabupaten Pekalongan. Komoditas ini juga telah turun temurun menghidupi ekonomi masyarakat setempat. Namun kini kisah kejayaan cengkeh di Dukuh Petungkon terancam punah.

Semua berawal di tahun 2020, bertepatan dengan datangnya gelombang pandemi Covid-19. Mendadak, cengkeh-cengkeh petani mati diserang hama yang disebut warga masih misterius. Kematian tanaman cengkeh ini bahkan terjadi secara besar-besaran. Sebagian warga bahkan mensinyalir kematian cengkeh-cengkeh mereka ada kaitannya dengan virus corona.

“Masyarakat Dukuh Petungkon ini seperti masih tak percaya tentang bagaimana tanaman cengkeh mereka mengalami kematian secara besar-besaran. Ini bisa dimaklumi, mengingat cengkeh telah menjadi komoditas utama masyarakat sejak bertahun-tahun lalu,” ungkap Koordinator mahasiswa KKN 57 UIN KH Abdurrahman Wahid, Luqni Maulana, Selasa (24/10/2023).

Baca Juga:Perizinan Online Permudah Para Pelaku UsahaTiga Menit Kuras Kotak Amal

Sejak dulu, masyarakat Dukuh Petungkon menggantungkan mata pencahariannya dari berbagai komoditas pertanian di kampung mereka, seperti padi, kapulaga, gelagah, aren, cengkeh, dan lainnya. Namun kasus wabah yang menghantam komoditas cengkeh menjadi pukulan telak bagi sebagian besar petaninya.

“Dari hasil observasi kami, memang populasi tanaman cengkeh di Dukuh Petungkon ini tinggal tersisa beberapa saja, nyaris punah. Padahal cengkeh telah lama menjadi komoditas utama yang menyumbang penghasilan terbesar, sehingga ekonomi masyarakat pun ikut goncang,” terang Luqni.

BANGKITKAN EKONOMISebelumnya, untuk melihat permasalahan di Dukuh Petungkon ini, Tim Mahasiswa KKN 57 UIN KH Abdurrahman Wahid melakukan observasi dan riset lebih dulu selama sepekan. Mereka melihat langsung kondisi lingkungan masyarakatnya, serta berdialog dengan sejumlah tokoh di Petungkon.

Dari hasil riset dan observasi ini, Tim KKN 57 UIN Gus Dur menemukan kecenderungan masyarakat setempat yang masih menjual komoditas pertaniannya secara mentah, sehingga nilai jualnya pun lebih murah. Akhirnya para mahasiswa menginisiasi pembuatan produk olahan minuman rempah yang memanfaatkan komoditas pertanian lokal.

“Kita adakan workshop juga, sampai akhirnya tim KKN 57 UIN Gus Dur mufakat untuk memproduksi serbuk minuman herbal yang menggunakan bahan dasar jahe dan kapulaga, sehingga program inovasi ini kami singkat JAKA. Jadi, kami ingin memberikan wawasan kepada masyarakat bahwa ada peluang ekonomi tanpa harus terlalu bergantung pada komoditas cengkeh, dan ini bisa mendatangkan cuan juga. Ini ikhtiar membantu pemulihan ekonomi warga pasca kasus wabah cengkeh,” jelas Luqni Maulana.

0 Komentar