Oleh: Ratna Nisrina Puspitasari
Bunyi sirine yang berbunyi malam ini menandakan sebuah pesta. Gemerlap lampu menghias jalan, di kiri dan kanan. Langkah-langkah bahagia tampak jelas menuju pada sebuah tempat. Pasar malam. Tempat pesta yang murah meriah. Siapa pun boleh datang. Tua atau muda tak menjadi sebuah masalah. Semua boleh menikmati pesta yang berlangsung sepanjang malam.
Tidak terkecuali Santi. Remaja belia ini tampak bahagia. Kulihat setiap ia tertawa, hanya ada senyum di bibir. Namun, tak ada senyum yang keluar dari kedua netranya. Tampak seperti tawa palsu. Ah…aku pun juga tak yakin. Hanya berani menerka tak berani menafsirkan.
Tak kusangka, Santi datang menghampiriku dan menyapa. Sambil membawa gulali di tangannya, ia datang menyalami diriku.
Baca Juga:[PUISI] Kisah Cinta Senja dan Malam[CERPEN] BEDA
“Tan, kok datang sendiri? Rima ngga diajak Tan?,” Tanya Santi kepadaku. Ia memang sering bermain dengan anak bungsuku yang berumur 5 tahun. Katanya sudah dianggap adik sendiri.
“Wah…sayang sekali, adikmu itu baru mainan sama eyangnya. Ngga mau diajak ke sini. Ini Tante bawa Dimas kok, sama dia aja ya mainnya.”
“Yah…padahal Santi ingin ngajak Rima naik komidi putar. Kalau sama Dimas pasti langsung ditolak Tan.”
Aku hanya tertawa menanggapi jawaban Santi. Maklum saja, Dimas memang begitu anaknya. Tampak cuek dan semaunya sendiri. Sudah barang tentu tak akan nyambung dengan Santi yang ceria dan cerewet.
“Kamu sendiri sudah besar, masih saja suka ke sini. Tante lihat, anak seusiamu lebih suka jalan-jalan ke mall. Entah itu nonton atau sekadar main saja.”
“Di sini lebih menarik Tan, banyak mainan sama jajanan,” tampak senyum kecil di sudut bibirnya, namun tetap beda. Tidak seperti senyum sumringah yang biasa ditampakan Santi. Apa ada yang salah dengan pertanyaanku? Pikirku dalam diam.
“Iya ya, di sini banyak mainan sama jajanan. Tapi Tante lihat tiap ada pasar malam kamu selalu naik komidi putar, ngga pernah coba wahana lain. Rima saja sampai hafal kalau kamu ajak ke pasar malam.”