Lalu seperti apa karakter cinta platonis ini? Dikutip dari laman https://tirto.id/, ada tiga karakteristik dari cinta platonis ini. Pertama, dilandasi oleh kejujuran. Ini berbeda denan cinta romantik pada umumnya yang rapuh, dan rentan menyimpan kebohongan, sehingga perlu terus menerus dipupuk kejujurannya.
Kedua, cinta platonis juga tak menuntut syarat. Menerima tanpa syarat. Tak harus take and give, tak harus menuntut kompensasi. Mungkin kata kuncinya pada ekspektasi, harapan, bahwa cinta platonis tak terjebak pada ekspektasi yang berlebihan. Sebab ekspektasi yang over justru berpotensi membunuhmu. Seperti ungkapan bijak; Expectation will kill you.
Ketiga, cinta platonis tidak diganggu oleh hasrat seksual satu sama lain. Ini berbeda dengan cinta romantik, di mana sentuhan fisik yang romantis dan mendegupkan jantung itu cenderung berujung pada pemenuhan hasrat seksual.
Baca Juga:Dianggap Berkontribusi bagi Kemajuan Kendal, Tujuh Figur Ini Diganjar Bupati Award 2022Wah, 6.067 Buruh di Kendal Dapat BLT DBHCHT Rp 1,2 Juta
Apakah model cinta platonis ini masih hidup di era instanisasi saat ini? Tentu saja masih ada, hanya saja mungkin orang tidak menyadarinya. Ada waktu di mana kamu kagum dan bersimpati pada seorang lawan jenis, bahagia saat melihatnya dan kangen ketika lama tidak melihatnya, tetapi kamu mengiunsafi betul bahwa ketertarikanmu bukan untuk saling memiliki. Bukan cinta romantik.
Terhadap dia yang kamu kagumi itu, bisa saja kamu juga merasakan cemburu. Loh, katanya tanpa ikatan, mana mungkin cemburu? Hahaha, jangankan cinta platonik, kepada teman saja kamu bisa cemburu loh. Kamu bisa carper ke temanmu, bukti bahwa kamu pun ingin diperhatikan. Dan saat temanmu itu justu memberikan perhatian ke teman yang lainnya, saat itu kamu akan merasakan cemburu.
Dulu di awal tahun 2000 an, istilah cinta platonis ini cukup populer di kalangan anak-anak sosiologi. Bahkan beberapa teman mengaku menjalani hubungan yang dianggap rumit ini. Konon, karena sang Bapak Sosiologi Modern, Auguste Comte (1798-1857), pun diketahui pernah menjalani hubungan platonis dengan seorang perempuan.
Bagaimana? rumit nggak sih cinta platonis itu? Atau jangan bilang kamu berminat mencobanya loh. Nah, di era digital yang melahirkan budaya instan, model cinta platonis ini mungkin sebuah anomali. Tetapi sesuatu yang anomali tak melulu negatif, karena ini juga bisa mengingatkan kehidupan manusia yang semakin materialistik. Tabik. []