BATANG – Sekitar seratusan nelayan, Senin (16/01/2023) menggelar aksi di Kantor Bupati Batang. Aksi tersebut digelar guna menyampaikan penolakan atas kebijakan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pada aksi tersebut, ada enam kebijakan yang ditolak oleh para peserta aksi, karena dinilai sangat merugikan para nelayan Indonesian.
“Aksi ini bukan untuk mendemo Bupati Batang, namun Kementerian Kelautan atas kebijakannya yang sangat merugikan nelayan,” ujar Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)Kabupaten Batang, Teguh Tarmudjo disela-sela aksi, Senin (16/1).
Baca Juga:Gunung PosoSobekan Lead
Teguh mengungkapkan, penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk hasil tangkapan yang mencapai 10 persen sangat meresahkan para nelayan. Jumlah tersebut bagi para nelayan sangat tidak masuk akal.
“Bila aturan tersebut diterapkan, maka setiap kali bongkar hasil tangkapan, nelayan akan dipotong 10 persen. Padahal setiap kali melaut, nelayan membutuhkan biaya untuk perbekalan. Contoh hitungannya, jika pendapatan Rp 100 juta, lalu dipotong 10 persen artinya Rp 10 juta. Belum retribusi. Lalu, sekitar Rp 60 juta untuk perbekalan. Habislah,” jelas Teguh.
Selain PNBP, para nelayan juga menolak sanksi denda administrasi 1.000 persen, menolak pemberlakuan kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT).
Penambahan dua Wilayah Pengelolaan perikanan (WPP 711 dan 712) untuk kapal alat tangkap jaring tarik berkantong ukuran di atas 100 GT dan penambahan WPP 713 untuk kapal alat tangkap Jaring Tarik Berkantong.
“Kami juga minta harga BBM untuk industri khusus nelayan di bawah Rp 10 ribu per liter, atau kuota bbm subsidi ditambah. Kalau tuntutan masih ditolak, kami akan terus turun ke jalan,” tegas Teguh.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Batang, Nur Untung Slamet mengungkapkan, pihaknya bersama Komisi C dan juga Kepala Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan mengatakan sudah pernah berkunjung ke KKP.
“Kita sudah sampaikan ke Dirjen Perikanan Tangkap KKP terkait apa yang menjadi tuntutan nelayan. Jawabannya hanya iya, iya, tapi ga pernah ada tindak lanjutnya,” tandas Nur Untung. (don)