Pola pikir ini juga berpotensi menumbuhkan pesimisme. Contohnya, saat akan ada ujian, orang beranggapan bahwa mereka akan gagal. Hal ini tentu tidak baik karena ujian belum terlaksana, hasil ujian belum keluar, dan sebenarnya masih banyak waktu untuk mempersiapkan materi ujian.
Pikiran seperti ini malah membuat orang merasa bahwa hal negatif sudah pasti akan terjadi dan menghalangi mereka untuk melakukan persiapan maksimal.
Should-Must
Distorsi kognitif ini membuat orang terjebak dalam suatu ideal yang menurut mereka harus orang lain atau mereka lakukan sendiri. Pemikiran seperti, “Umur segini, harusnya gaji sudah dua digit, punya mobil, rumah, …” “Seharusnya aku bisa lebih ramah,” hingga “Aku harus pintar di semua bidang,” mendiami kepala mereka yang memiliki pola pikir should-must.
Baca Juga:Self Love: 4 Cara Sederhana Belajar Mencintai Diri Sendiri7 Ciri Toxic People: Apakah Saya Termasuk?
Pemikiran ini dapat membuat orang merasa tertekan atau frustrasi karena merasa harus mencapai keadaan tertentu. Padahal, pada realitasnya, hal-hal yang mereka pikirkan bukanlah sebuah keharusan.
Labeling
Mirip dengan black and white thinking, pemikiran tidak rasional ini membuat orang memberi label pada siapa pun; orang lain, ataupun diri sendiri. Padahal, setiap orang punya banyak sisi dan tidak mungkin satu label dapat mendeskripsikan keseluruhan sisi seseorang.
Misalnya, orang dengan pola pikir labeling mendapat kritik dari atasan, lalu langsung mencap diri sendiri bodoh dan tidak kompeten. Mereka menjai tidak bersemangat saat bekerja, padahal kritik yang didapat hanya tentang satu bagian kecil dari keseluruhan tanggung jawab di kantor. Atau, saat cap bodoh dijatuhkan kepada seseorang, maka segala yang ia lakukan akan salah bahkan walaupun sebenarnya tidak begitu.
Mereka juga bisa membatasi diri sendiri untuk melakukan banyak hal karena ada label yang disematkan pada diri sendiri. Kepribadian introver membuat mereka menghindari berbicara di depan umum, zodiak Gemini membuat mereka melabeli diri sebagai menyebalkan dan tidak cocok dijadikan teman, hingga kondisi fisik yang membuat mereka yakin tidak akan mendapatkan jodoh.
Overgeneralization
Generalisasi berlebihan terjadi ketika orang membuat aturan setelah satu peristiwa. Mereka akan sering mengatakan “selalu” atau “tidak pernah” setelah mengalami suatu peristiwa dan berasumsi bahwa semua peristiwa di masa mendatang akan memiliki hasil yang sama.