Bagian 2
WAKTU empat tahun itu nyatanya tak berarti apa-apa, menguap begitu saja oleh kehadiran laki-laki lain yang sanggup menyajikan dua hal: kedekatan dan kenyamanan. Dua hal ini bersenyawa sedemikian rupa menjelma kepastian, sesuatu yang konon amat dibutuhkan makhluk bernama perempuan. Satu dua bulan mungkin Sari tahan untuk menikmati cinta jarak jauh, sama-sama berjuang menjaga kepercayaan, merawat kesetiaan. Tetapi bulan-bulan berikutnya, dia mulai gelisah.
Secara naluriah, dia butuh sosok yang hadir, nyanding, saat mood sedang memburuk. Saat dia mendapati masalah di kantor, masalah di rumah, merasa bosan dengan rutinitas kerja, saat ingin healing dan bersenang-senang, mungkinkah dia tahan melewatinya sendirian. Saat itulah, sesosok laki-laki yang sok tulus hadir, menawarkan diri berperan selayaknya ajudan, siap diajak kemanapun.
Awalnya mungkin canggung, tetapi lama-lama dia terbiasa, lalu menyusul rasa nyaman, dan akhirnya ketergantungan. Begitulah konsep keterlibatan sedemikian ampuh melahir-hadirkan perasaan cinta. Hingga sekitar tiga bulan lalu mereka sama-sama merasakan kualitas yang sama: saling memiliki. Dan aku mulai merasakan dampaknya ketika komunikasiku dengan Sari terasa hambar, seperti kehilangan rasa. Singkatnya, dia akhirnya memiliki keberanian untuk mengutarakan perasaan barunya ke lelaki lain: “Maaf Mas, sepertinya aku jatuh hati dengan dia.”
Baca Juga:Ekskul Membatik di SDIT Rabbani Kendal, Siswa Belajar Batik Jumputan sampai Batik TulisGiliran Wabah LSD Serang Sapi dan Kerbau, 13 Kecamatan di Kendal Terpapar
Benar kata orang, siapa yang menuntut kejujuran, dia harus siap menanggung kepahitan. Begitulah yang kurasakan saat mendengar pengakuan jujur Sari. Tetapi entah kenapa aku mendadak sok memahami situasi, lantas berujar dengan gagahnya: “Kalau memang dia bisa menghadirkan kebahagiaan untukmu, pergilah dengannya, aku akan berjuang agar baik-baik saja.”
Mungkin begitulah jawaban tipikal laki-laki saat tengah disodorkan kenyataan pahit soal perempuan yang dicintainya. Ya, sikap sok tegar, sok maskulin, tuntutan laki-laki di dunia yang patriarki. Dan tidak lama bagiku untuk merasakan dampak keterpurukan yang dahsyat, menjalani hidup dengan penuh keputusasaan, berjuang dalam kemustahilan: melupakanmu!
Hidupku mendadak berubah 180 derajat. Melupakanmu ternyata tidak kalah mudah dari memenangi lotre. Dan aku jatuh dalam keterpurukan yang hebat. Aktivitas malamku lebih banyak dihabiskan di ruang karaoke, sesekali merasakan dunia clubbing yang bikin nyandu itu. Ya seperti malam ini, aku sudah berada di sebuah tempat karaoke yang sudah tiga kali ini kusambangi bersama kawanku.