Pernahkah kamu berada di tengah keraguan untuk memilih mencotek atau tidak di saat kamu memiliki keyakinan bahwa itu adalah perbuatan tercela, tetapi di sisi lain kamu merasa harus mendapatkan nilai bagus tidak peduli apa yang terjadi? Jika iya, mungkin kamu pernah berada di kondisi disonansi kognitif.
Dalam bukunya yang berjudul A Theory of Cognitive Dissonance, psikolog sosial asal Amerika Serikat (AS), Leon Festinger, mencetuskan teori disonansi kognitif pada tahun 1950-an. Ia menjelaskan bahwa orang mengalami ketidaknyamanan saat mereka memegang keyakinan yang saling bertentangan. Di samping itu, orang juga bisa mengalami ketidaknyamanan apabila berkaitan dengan pertentangan antara tindakan dan keyakinan.
Istilah disonansi kognitif digunakan untuk menggambarkan ketidaknyamanan mental yang dihasilkan dari memegang dua keyakinan, nilai, atau sikap yang saling bertentangan. Orang cenderung mencari konsistensi dalam sikap dan persepsinya, sehingga konflik ini menimbulkan perasaan tidak nyaman atau tidak nyaman.
Baca Juga:Efek Kurang Tidur, Kamu Bisa Alami 6 Gangguan Mental IniJangan Abai! Kurang Tidur Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental
Penting untuk dipahami bahwa disonansi kognitif tidak terjadi secara otomatis ketika seseorang memegang keyakinan yang berlawanan. Mereka harus memiliki kesadaran akan inkonsistensi yang terjadi.
Ketidakkonsistenan antara apa yang orang yakini dan bagaimana mereka berperilaku memotivasi mereka untuk melakukan tindakan yang akan membantu meminimalkan perasaan tidak nyaman. Orang berusaha meredakan ketegangan ini dengan berbagai cara, seperti dengan menolak, menjelaskan, atau menghindari informasi baru.
Tanda Disonansi Kognitif
Tanda disonansi kognitif. (Sumber: freepik.com)
Tingkat disonansi kognitif yang dialami seseorang bisa berbeda-beda. Akan tetapi, hal tersebut tidak menjelaskan bahwa kondisi ini dapat dikenali dengan mudah. Berikut merupakan beberapa tanda yang mungkin terkait dengan disonansi.
- Merasa tidak nyaman sebelum melakukan sesuatu atau mengambil keputusan.
- Mencoba membenarkan atau merasionalisasi keputusan yang telah dibuat atau tindakan yang telah diambil.
- Merasa malu karena sesuatu yang telah dilakukan dan berusaha menyembunyikan tindakan dari orang lain.
- Merasa bersalah atau penyesalan tentang sesuatu yang telah dilakukan di masa lalu.
- Melakukan sesuatu karena tekanan sosial atau takut ketinggalan (FOMO), meskipun itu bukan sesuatu yang ingin dilakukan.