Pada titik tertentu, sebagian besar mansia mengalami peristiwa yang menakutkan, seperti bencana alam, keadaan darurat medis, kecelakaan, dan lainnya. Hal buruk tersebut bisa menjadi sesuatu yang traumatis dan kemudian membuat manusia memiliki reaksi terhadap trauma.
Trauma merupakan sesuatu yang bisa diperoleh dari mana saja dan dalam bentuk apa saja. Selain peristiwa yang menimpa diri sendiri, orang juga bisa jadi mengalami trauma karena melihat orang lain mengalamaninya, seperti melihat orang lain terluka atau terbunuh, atau perceraian orang tua yang memicu ketakutan terhadap komitmen dan pernikahan.
Apa pun penyebabnya, trauma meninggalkan jejak di otak. Sebuah studi penelitian yang dilakukan secara konsisten menunjukkan bahwa gangguan stres pasca-trauma atau PTSD berhubungan dengan aktivitas yang lebih besar di area otak yang memiliki fungsi memproses rasa takut.
Baca Juga:Hati-Hati Alami Low-Effort Syndrome! Intip 4 Tips Kurangi Kebiasaan Kerja “yang Penting Selesai”Rahasia di Balik Jabat Tangan yang Tak Banyak Orang Tahu
Bagian yang dapat menjadi tanda bahwa trauma ada dalam diri seseorang adalah bahwa setelah suatu peristiwa yang buruk, mereka merasa memiliki banyak masalah, mulai dari rasa takut, tidak bisa tidur, gelisah, marah, dan banyak lainnya. Menyadari adanya tanda trauma ini akan membantu seseorang untuk lebih bisa mengatur perasaannya.
Sebenarnya, pembahasan tentang reaksi-reaksi ini adalah bagian dari terapi pengobatan yang paling teruji untuk PTSD, yakni exposure therapy. Muncul juga pembahasan tentang beberapa reaksi terhadap trauma yang umumnya dimiliki manusia, lebih lanjut tentang apakah terdapat potensi PTSD atau tidak.
Lalu, apa saja reaksi terhadap trauma yang umum terjadi tersebut?
Re-experience
Reaksi terhadap trauma yang paling umum adalah re-experience, yakni bahwa orang memiliki perasaan di mana mereka seperti dipaksa untuk kembali pada peristiwa traumatis yang pernah dialami. Setidaknya terdapat 3 bentuk re-experience yang dialami oleh manusia, yakni sebagai berikut.
Replaying Memory, di mana ingatan yang dimiliki terkait hal traumatis tersebut terus datang dan mengganggu, hampir terus berputar-putar. Mereka mungkin tengah memahami apa yang sebenarnya terjadi atau memikirkan respons terbaik. Namun, apa pun sebabnya, menghidupkan memori kembali seperti ini bisa menyusahkan.