Yang ketiga, mungkin inilah idealnya tipe manusia menyambut Ramadan, yakni mereka yang bergembira dengan hadirnya bulan penuh berkah ini. Bagi golongan ini, Ramadan memiliki makna istimewa dengan segala fadhilahnya sebagaimana sering disampaikan para kiai dan ustadz. Seperti bulan yang penuh berkah, karena pahala yang dilipatganda dibanding bulan lainnya, bulan penuh ampunan, dan lainnya.
Tidak hanya yang terkait dengan ibadah mahdhoh, melainkan suasana dan atmosfernya bulan Ramadan juga selalu mereka rindukan. Tentang kebersamaan, kualitas family time meningkat, serta sedekah dan berbagai bentuk kepedulian, suasana saat menjelang sahur, masjid-masjid yang ramai saat subuh dan salat tarawih, lantunan tadarus AlQuran dari toa-toa masjid dan musala, serta yang lainnya. Yang pasti, vibe Ramadan ini selalu mereka rindukan.
Perasaan gembira ini membuat orang-orang ini akan memberikan effort lebih untuk menyambut dan kelak mengisi sebulan Ramadan. Aktivitas ibadah dan perilaku sosial mereka akan dijaga sebaik mungkin. Dan kalau mereka menyambut Ramadan dengan perasaan gembira, pun sebaliknya saat Ramadan segera berakhir, mereka akan bersedih.
Baca Juga:Tenang, Lulusan 28 SMK di Batang Siap Ditampung KITBMeriah! Tradisi Dugderan Sambut Ramadan di Pengganyom, 11 RT Tampilkan Kreasi Seni Budaya
Begitu kurang lebih gambaran tipe manusia menyambut Ramadan. Ya ini versi Ustadz Muhajir Affandi, meski mungkin kamu pernah dengar juga dari kiai atau ustadz lain. Atau, bisa juga kamu punya pendapat lain soal tipe-tipe manusia menyambut Ramadan. “Kalau menurutku sih nggak cuma tiga lah, bisa saja empat atau lima. Karena ada sikap orang menyambut Ramadan yang nggak sepenuhnya terwakili di tiga tipe tadi.” Begitu mungkin pandanganmu.
Ya bisa saja ada benarnya. Namanya klasifikasi, pengkategorian, dan sejenisnya, juga kadang tak mampu mengcover keseluruhan realitas riil di kehidupan nyata. Misal nih, bisa saja ada orang yang bukan lagi sebel dan malas-malasan menyambut Ramadan, tapi mereka bahkan sengaja menyelisihi. Ada orang yang tidak puasa, tapi dia tahu diri, sehingga tetap menghormati yang berpuasa. Tetap ada rasa malu. Tapi ada juga yang sudah tidak puasa, tetapi tindakannya provokatif, misal makan atau merokok di jalanan. Ya bisa saja cuma cari sensasi sih.