“Jumlah kami sebanyak 850 orang. Kami berharap agar ada penambahan formasi guru dimaksimalkan sesuai dengan pendataan non ASN,” kata Dian, guru di SDN Bongkok 2, Kecamatan Kramat itu.
Selain penambahan kuota, lanjut Dian, Pemkab Tegal diminta untuk adanya afirmasi bagi guru dengan TMT dan afirmasi usia guru. Tujuannya agar bisa kembali diadakan di tahun 2023.
Pihaknya juga meminta agar pendataan non ASN agar bisa menjadi acuan untuk formasi tahun 2024.
Baca Juga:Fraksi Gerindra Singgung 3 Poin Raperda tentang RAPBD Kabupaten Tegal 2024Fraksi PKB Soroti Turunnya RAPD Kabupaten Tegal Tahun 2024
“Sebisa mungkin batas minimal 3 tahun sesuai dengan tahun anggaran, bukan menggunakan tahun ajaran baru,” terangnya.
Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Tegal, Mujahidin yang hadir saat audiensi itu menjelaskan, penentuan kuota seleksi PPPK disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
Hal itu dilakukan agar tidak terjadi seperti di Kabupaten Brebes, dimana sudah mengangkat PPPK, tapi tidak bisa membayar gaji. Sementara untuk formasi PPK tahun 2024, pihaknya juga akan diundang Pemerintah Pusat untuk mekanisme penentuan kuota.
“Setelah dari Pemerintah Pusat, nanti kita akan rapatkan kembali dengan Panselda, Bappeda dan Nakes. Tapi, kembali lagi dilihat kemampuan keuangan daerah seperti apa,” ujarnya.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, A Jafar mengaku miris dengan kondisi guru honorer di Kabupaten Tegal. Para guru honorer itu telah mengabdi selama belasan tahun tapi gajinya hanya sekitar Rp 300 ribu per bulan.
“Dengan uang jajan anak-anak, masih besaran uang jajan. Kasihan mereka,” ujarnya.
Pihaknya berharap agar para guru honorer bisa diangkat semua menjadi PPPK. Jafar mengaku akan mengawal persoalan guru tersebut.
“Kami siap mengawal mereka,” ucapnya.
Baca Juga:Tanah Milik Pemkab Tegal Banyak Dikuasai Warga, Pimpinan DPRD Mengeluhkan Hal ItuPansus DPRD Kabupaten Tegal Membahas 2 Raperda, OPD Diminta Proaktif
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal Muhammad Bintang Adi Prajamukti mengaku juga prihatin setelah mendengar gaji honorer yang hanya Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu per bulan.
“Ini harus ada RDP (rapat dengar pendapat). Hadirkan semuanya. Termasuk Bupati, Komisi IV, Sekda dan TAPD,” imbuhnya.
Masa sih jadi guru selama 17 tahun gaji hanya Rp 400 ribu. Ini jelas tidak adil. (adv)