Trauma Warga Patebon Pascabanjir Bandang, Sisa Lumpur dan Kerugian Masih Membayangi

Trauma Warga Patebon Pascabanjir Bandang, Sisa Lumpur dan Kerugian Masih Membayangi
ACHMAD ZAENURI SISA GENANGAN - Sebulan pasca banjir bandang Patebon, sisa air dan lumpur masih dijumpai di jalan hingga rumah warga.
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID, KENDAL – Satu bulan berlalu sejak banjir bandang menerjang Kecamatan Patebon pada 20 Januari 2025, namun dampak bencana masih terasa di tengah warga, terutama di Desa Kebonharjo yang menjadi wilayah terdampak paling parah. Genangan air memang telah surut, tetapi sisa lumpur, barang rusak, dan trauma mendalam masih membekas.

Banjir bandang ini terjadi setelah tanggul Kali Bodri jebol, menyebabkan air bah setinggi dua meter menerjang permukiman dengan cepat. Warga yang panik tak sempat menyelamatkan harta benda, hanya fokus menyelamatkan diri.

Detik-detik Mencekam Saat Banjir Bandang Melanda

Bejo Sartono, warga Perumahan Patebon Indah, menceritakan bagaimana air datang begitu deras dan cepat, membuat warga tak punya waktu untuk menyelamatkan barang berharga.

Baca Juga:Bupati Pekalongan Fadia Arafiq Tak Jahit Baju Baru untuk Pelantikan KeduaPerbaikan Infrastruktur Mendominasi Usulan di Musrenbang Kecamatan Weleri

“Saat air mulai masuk, kecepatannya luar biasa. Kami hanya berpikir bagaimana caranya menyelamatkan diri dan keluarga. Banyak warga yang terpaksa naik ke atap rumah, pagar, atau lantai dua untuk menghindari terjangan air,” ungkapnya.

Bahkan, masjid berlantai dua di dalam perumahan penuh sesak oleh warga yang mencari perlindungan.

Kerusakan akibat banjir bandang ini pun sangat besar. Lumpur masih menyelimuti rumah-rumah, beberapa kawasan bahkan masih terendam air. Warga bergotong royong membersihkan sisa lumpur, berusaha mempercepat surutnya genangan dengan memperbaiki saluran air.

Kerugian Warga Capai Puluhan Juta, Listrik Padam Semalaman

Tak hanya kehilangan barang berharga, hampir 95 persen peralatan elektronik warga rusak akibat terendam banjir. Bejo Sartono sendiri mengaku harus mengeluarkan Rp 60 juta per unit untuk memperbaiki dua mobilnya yang terendam air.

“Banyak warga mengalami hal serupa. Ada yang mobilnya rusak parah, ada juga yang kehilangan segalanya karena harta benda hanyut terbawa arus,” katanya.

Selain itu, warga juga mengalami kesulitan akibat padamnya aliran listrik sehari setelah banjir. Kampung menjadi gelap gulita, hanya terdengar suara gemericik air bercampur lumpur yang mengalir. Hingga kini, trauma masih menghantui warga setiap kali mendengar kabar hujan deras di wilayah hulu.

Harapan Warga untuk Pemulihan Pascabencana

Di tengah kepiluan, warga berharap perhatian dari pemerintah maupun pihak lain yang bersedia membantu mereka bangkit dari musibah ini. Saat ini, mereka masih berjuang membersihkan sisa banjir, memperbaiki rumah, dan berusaha pulih secara psikologis dari kejadian traumatis tersebut.

0 Komentar