RADARPEKALONGAN.ID, PEKALONGAN – Menghadapi situasi darurat sampah di Kota Pekalongan, SMP Negeri 8 Kota Pekalongan menggulirkan sebuah inisiatif berbasis lingkungan dengan nama Propos, singkatan dari Program Pilah dan Olah Sampah. Program ini dikembangkan untuk menginternalisasi kebiasaan memilah dan mengolah sampah di lingkungan sekolah sejak usia dini.
Kepala SMPN 8 Kota Pekalongan, Sumarita, menjelaskan bahwa Propos tidak hanya menyasar siswa, tetapi juga seluruh warga sekolah termasuk tenaga pendidik.
“Kami tidak ingin program ini hanya menjadi formalitas. Kami ingin mengedukasi dan membiasakan semua pihak di sekolah untuk memilah dan mengolah sampah bersama-sama,” ujar Sumarita saat peluncuran Gerakan Sekolah Kelola Sampah, Senin, 5 Mei 2025.
Baca Juga:Jemaah Calon Haji Termuda Kota Pekalongan Berusia 19 Tahun, Total 372 Jemaah Diberangkatkan Bertahap Bupati Batang Perintahkan Dispermades Gandeng APH, Lindungi Kades dari Intimidasi Oknum LSM dan Wartawan
Ia memaparkan, pengelolaan sampah dilakukan dengan sistematis. Sampah anorganik seperti botol plastik yang masih memiliki nilai guna dikumpulkan di titik-titik yang dinamai Rumah Botol, tersebar di sejumlah sudut sekolah. Sampah tersebut lalu diambil oleh pihak bank sampah setiap hari Rabu dan Sabtu.
Adapun sampah organik diolah menjadi pupuk menggunakan blender khusus. Sumarita menjelaskan bahwa sekolah memiliki dua jenis blender pengolah sampah organik dengan biaya pengadaan masing-masing sebesar Rp600 ribu untuk ukuran kecil dan Rp1,7 juta untuk ukuran sedang.
Sementara itu, sisa residu sampah yang tidak dapat dimanfaatkan diolah melalui teknologi pembakaran menggunakan kompor residu. Kompor ini disebut mampu membakar satu meter kubik sampah hanya dalam 15 menit.
“Kompor residu kami ini minim asap dan efisien, meskipun biayanya cukup besar, sekitar Rp7 juta. Tapi manfaatnya jauh lebih besar bagi kebersihan lingkungan sekolah,” tambah Sumarita.
Ia mengungkapkan bahwa sekolahnya kini menjadi rujukan Dinas Pendidikan sebagai model pengelolaan sampah yang komprehensif dan berkelanjutan. Kolaborasi antar sekolah melalui program studi banding dan pertukaran praktik terbaik terus dikembangkan agar pendekatan ini bisa diadaptasi di sekolah lain.
“Kami harap gerakan ini bisa jadi inspirasi untuk sekolah lain. Kami akan terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan agar tercipta sinergi dalam mengatasi permasalahan sampah, terutama di lingkungan pendidikan,” ucapnya.