RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Gelaran acara bertajuk “Kopi Satu Tanah Sejuta Rasa” resmi dibuka oleh Bupati Batang M. Faiz Kurniawan, bersama sang istri yang juga Ketua PKK Kabupaten Batang, Faelasufa, dalam suasana sejuk kaki Gunung Prau, Jumat (25/7/2025) malam. Kepulan asap dan aroma kopi menyemerbak, melambungkan mimpi tentang kopi sebagai identitas ekonomi dan kultural tlatah Batang.
Kegiatan yang dihelat di Agro Wisata Selopajang Timur, Kecamatan Blado, ini bukan sekadar pameran produk, tetapi menjadi ruang temu gagasan, harapan, dan semangat dari para petani kopi lokal yang telah setia merawat tanah dan cita rasa Batang. Momen ini menjadi simbol penting atas upaya Batang dalam mengangkat komoditas kopi sebagai identitas daerah yang bernilai ekonomi sekaligus kultural. Di tengah tantangan globalisasi dan persaingan produk, kopi Batang terus berupaya menemukan tempatnya sebagai komoditas unggulan dengan karakter yang kuat.
Bupati M. Faiz Kurniawan dalam sambutannya menyampaikan bahwa Batang adalah tanah yang diberkahi, dari laut di utara hingga pegunungan di selatan, menyimpan potensi besar yang harus terus diolah dan dijaga. Salah satu potensi itu adalah kopi, yang menurutnya bukan hanya minuman, tapi harapan.
Baca Juga:TPA Degayu Beroperasi Hingga 5 Desember, DLH Pekalongan Genjot Desentralisasi & Insenerator Sampah!Hama Wereng Meledak di Karanganyar Pekalongan: Produktivitas Padi Terancam Turun 50 Persen!
“Kopi bisa jadi penggerak ekonomi baru jika kita kelola dengan serius. Ini bukan sekadar soal rasa, tapi soal identitas, tentang bagaimana kita sebagai masyarakat mencintai dan merawat apa yang tumbuh dari tanah kita sendiri,” tuturnya.
Kegiatan ini tak hanya menyoroti kelezatan rasa kopi lokal, tetapi juga membuka ruang diskusi mendalam terkait tantangan yang dihadapi petani. Salah satunya adalah bagaimana meningkatkan kualitas pascapanen agar produk kopi bisa menembus pasar specialty yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Ketua PKK Kabupaten Batang yang juga pegiat kopi dan pemilik Second Floor Cafe, Faelasufa, membagikan pengalamannya terkait kualitas biji kopi. Ia menyoroti metode pengeringan tradisional yang masih dilakukan di atap rumah dan kurang mendapatkan sinar matahari optimal, sehingga berdampak pada tumbuhnya jamur dan rusaknya biji.
“Kita perlu ubah kebiasaan lama jika ingin naik kelas. Dengan proses yang tepat, kopi dari Batang bisa menembus pasar nasional bahkan global. Tapi itu dimulai dari hal-hal kecil seperti pengeringan dan seleksi biji,” ujarnya.