Ketua DPRD Dukung Pembatalan Lima Hari Sekolah di Pekalongan, Sebut SDM Belum Siap!

Ketua DPRD Dukung Pembatalan Lima Hari Sekolah di Pekalongan, Sebut SDM Belum Siap!
TRIYONO DUKUNG - Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan, H. Abdul Munir, ikut mendukung keputusan Bupati yang resmi membatalkan rencana pemberlakuan lima hari sekolah.
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID, KAJEN – Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan, H. Abdul Munir, ikut mendukung keputusan Bupati Pekalongan, Fadia Arafiq, yang resmi membatalkan rencana pemberlakuan lima hari sekolah. Menurut Munir, pembatalan ini bukan tanpa alasan. Selain faktor kultur Pekalongan sebagai Kota Santri, ia menilai bahwa sumber daya manusia (SDM) lokal juga belum benar-benar siap untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.

“Kita ini kan mendasarkan kepada Perpres, bahwa harus dikaji kesiapan, kemudian rembuk dengan tokoh masyarakat, kemudian SDM. Ternyata sementara ini SDM lokal belum kita siapkan secara matang. Karena itu sambil menunggu pematangan, kita atur strategi dulu. Jadi sementara kita jalan seperti biasa dulu,” jelas Munir.

Politisi PKB ini menambahkan, DPRD bersama pemerintah daerah akan terus mengkaji kebijakan pendidikan agar tetap selaras dengan kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, tidak mengganggu keseimbangan dengan kegiatan keagamaan yang sudah menjadi bagian dari kultur Pekalongan.

Baca Juga:Pabrik di KEK Batang Ekspor 20.000 Sepatu Converse ke Amerika & Australia, Bukti Investasi Berkelas!Ratusan Jemaah Penuhi Balai Desa Gandarum, Ikuti Kajen Bersholawat untuk Keberkahan Daerah!

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Pekalongan membatalkan kebijakan lima hari sekolah. Demikian ditegaskan Bupati Pekalongan Fadia Arafiq menanggapi wacana program lima hari sekolah kepada awak media di Alun-Alun Kajen. Penerapan kebijakan ini dibatalkan setelah Bupati Fadia Arafiq menerima berbagai masukan dari masyarakat, termasuk dari tokoh-tokoh agama seperti Ketua PCNU dan PDM Muhammadiyah.

“Meski kebijakan tersebut belum sempat diuji coba, kami memilih untuk membatalkannya demi menjaga keseimbangan pendidikan formal dan pendidikan keagamaan di kalangan pelajar,” ujar Fadia.

Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan karakteristik masyarakat Pekalongan yang dikenal sebagai Kota Santri. Banyak masukan dari masyarakat yang khawatir lima hari sekolah akan mengganggu kegiatan mengaji anak-anak di TPQ, sehingga diputuskan untuk dibatalkan.

Karena, lanjutnya, pendidikan agama yang dilaksanakan di luar jam sekolah seperti TPQ sangat penting bagi pembentukan karakter anak. Dengan tetap menerapkan enam hari sekolah, diharapkan kegiatan keagamaan tersebut tidak terganggu. “Pekalongan ini Kota Santri. Anak-anak kita tidak hanya sekolah formal, tapi juga belajar agama. Jangan sampai lima hari sekolah justru mengurangi waktu mereka untuk ngaji,” tambahnya.(yon)

0 Komentar