RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Fenomena maraknya komunitas gay di Kabupaten Batang belakangan ini menjadi perhatian serius, terutama terkait tingginya risiko kasus HIV. Hingga September 2025, tercatat 1.124 orang dengan HIV (ODHIV) di Kabupaten Batang. Dari jumlah itu, kelompok Lelaki Seks Lelaki (LSL) atau gay menduduki posisi tertinggi dengan 196 kasus.
“Secara nasional maupun di Batang, LSL memang mendominasi kasus HIV. Hubungan seksual melalui anal lebih berisiko karena dinding anus tipis, mudah lecet, dan tidak ada pelumas alami. Kondisi ini membuat virus lebih mudah masuk, apalagi jika tidak menggunakan kondom,” jelas Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Batang, Dirgahayu, Selasa (10/9/2025).
Ia menambahkan, dibandingkan hubungan heteroseksual, hubungan sesama jenis laki-laki memiliki risiko lebih tinggi karena faktor biologis dan perilaku. “Kalau pada vagina ada cairan pelumas alami, anus tidak punya itu. Jadi gesekan lebih gampang menimbulkan luka. Selain itu, banyak pasangan LSL yang tidak memakai pelicin atau kondom, sehingga risiko penularan semakin besar. Apalagi kalau sering berganti pasangan, jejaring penularannya makin luas,” terangnya.
Baca Juga:LP Ma'arif NU Pekalongan Kirim 121 Atlet ke Porsema XIII Jateng, Targetkan Masuk 15 Besar!Siswa MTs Jadi Korban Pembacokan, RSUD Batang Pastikan Biaya Operasi Ditanggung Penuh!
Selain LSL, kasus juga ditemukan pada wanita pekerja seks (136 kasus), pasangan ODHIV, pengguna narkoba suntik, warga binaan, penderita tuberkulosis, hingga ibu hamil dan calon pengantin.
Populasi umum menyumbang angka terbesar dengan 554 kasus. “Banyak juga ibu rumah tangga yang ikut terinfeksi karena tertular dari suaminya yang berhubungan di luar. Jadi masalah ini sudah masuk ke ranah keluarga,” tambah Dirgahayu.
Tren kasus HIV baru di Batang dalam lima tahun terakhir cenderung fluktuatif. Tahun 2021 ditemukan 125 kasus, naik menjadi 129 pada 2022, lalu 133 kasus di 2023. Lonjakan signifikan terjadi pada 2024 dengan 186 kasus, sementara hingga September 2025 tercatat 104 kasus. Meski angka sementara tahun ini menurun, potensi penularan masih tinggi karena perilaku berisiko belum berubah.
Upaya pencegahan terus dilakukan pemerintah melalui edukasi dan layanan kesehatan. Dinas Kesehatan bersama Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) menggencarkan program edukasi kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah juga sudah mengeluarkan surat edaran agar seluruh siswa SMP dan SMA mendapatkan materi terkait kesehatan reproduksi.