Turun ke Jalan, Lawan Kegagalan Sistemik, Bencana Ekologis adalah Kesalahan Kognitif Pemerintah

Bencana ekologis, foto: http://Kalimantanlive.com/Ist
Kita semua sedang mengalami trauma kolektif! Bukan hanya karena menyaksikan kengerian banjir bandang di Sumatera yang menghapus nyawa hingga 914 jiwa, tetapi karena trauma melihat akting pejabat performatif yang seolah-olah bencana ini hanya drama alam sesaat.
0 Komentar

Kegagalan struktural ini menciptakan siklus kerentanan, dan masyarakat yang menjadi korbannya tidak hanya menderita kerugian fisik, tetapi juga distres psikologis akibat ketidakjelasan dan kegagalan respons cepat.

Dalam kerangka intervensi psikososial, kita harus memvalidasi bahwa perasaan cemas, bingung, atau agitasi saat melihat lambatnya respons negara atau pencitraan pejabat yang hanya sibuk berfoto, adalah normal.

Ini adalah mekanisme koping yang sehat dalam menghadapi situasi di mana negara gagal mencegah dan memitigasi dari awal.

Baca Juga:2 Peneliti Pusat Studi Filantropi FEBI UIN KH Abdurrahman Wahid Ikuti RCC Asesor WakafRahasia Sukses M Aditya Warman: 'Jadikan Ibu Sebagai 'Jimat' dalam Hidup Ini'

Oleh karena itu, psikoedukasi harus diarahkan untuk meningkatkan ketahanan mental komunitas dan mendorong cara koping positif, seperti menguatkan solidaritas dan memobilisasi sumber daya keluarga, bukan malah menyarankan psikopatologi yang luas kepada masyarakat.

Kita harus sadar, penanggulangan krisis kesehatan, termasuk penanganan kesehatan jiwa dan psikososial, adalah bagian integral dari respons bencana.

Namun, intervensi ini tidak akan pernah tuntas jika akar masalahnya, yaitu kegagalan implementasi kebijakan tata ruang, terus dibiarkan.

Sebagai mahasiswa, kita mendesak inisiatif konkret: pemerintah harus segera meninjau ulang tata ruang dan mengubah zonasi di daerah berisiko tinggi.

Misalnya membebaskan sempadan sungai dari permukiman, dan memberlakukan moratorium serta reboisasi di daerah gundul.

Analisis risiko harus diterapkan dalam setiap pengambilan keputusan alih fungsi lahan, menghitung dampak eksternalitasnya ke wilayah hilir, karena APBN saja tidak akan pernah cukup untuk menutupi potensi kerugian tahunan yang bisa mencapai puluhan triliun rupiah akibat bencana yang terus berulang.

Jangan biarkan gengsi tinggi para pejabat menghambat penetapan status darurat nasional atau evaluasi perizinan secara total!

Baca Juga:M Adityawarman Bahas Karakter Gen-Z dalam Sesi Parenting SMA Muhammadiyah 1 PekajanganJuri IGA Lakukan Visitasi dan Validasi ke RSUD Bendan dan Kampung Bugisan

Kita menuntut pemerintah untuk tegas mengevaluasi semua perizinan PBPH dan mencabut izin perusahaan yang terbukti melanggar dan memicu banjir, seperti yang sudah diindikasikan di beberapa lokasi.

Intervensi psikoedukasi terbaik adalah ketika rakyat melihat akuntabilitas ditegakkan, karena itu akan mengembalikan rasa aman dan kepastian hukum yang telah lama dirusak oleh kebijakan top-down yang koruptif dan minim sosialisasi.

Sudah saatnya kita bangkit, berinisiatif mendesak penguatan tata ruang berbasis risiko secara jujur, karena bencana ekologis ini adalah cerminan patologi kepemimpinan, dan kita tidak boleh membiarkan patologi itu terus berulang. (*)

0 Komentar