SUDAH 15 menit jenazah sampai di mushala. Tetapi shalat jenazah belum juga dimulai. Saat aku tiba, suara-suara warga yang menggunjing samar-samar kudengar. Ternyata mereka membicarakan Santi, perempuan muda yang kini terbujur kaku di atas keranda jenazah, di ruang bagian depan mushala.
Para ustadz juga sejak tadi masih dorong-dorongan untuk mengimami shalat jenazah. Sebuah pemandangan yang cukup mudah untuk dipahami olehku, yang bukan warga sini. Ya, mereka saling dorong bukan karena sikap tawadhu sebagaimana umumnya budaya kaum santri, melainkan karena masing-masing enggan untuk menjadi imam shalat jenazah bagi almarhumah Santi. Dan tidak butuh waktu lama bagiku untuk memahami situasi yang terjadi.
Bisik-bisik warga hingga adegan saling dorong para ustadz adalah wujud resistensi, mereka sebetulnya ogah-ogahan mengurusi jenazah Santi. Apalagi kalau bukan karena profesi Santi yang seorang PL, akronim untuk pemandu lagu, gadis karaoke. Ya, warga kampung memang terlanjur tahu kalau Santi selama ini bekerja sebagai PL di sebuah tempat karaoke paling elit di kota tetangga. Entah dari mana warga mengetahui informasi ini, siapa yang pertama memberi tahu, apa buktinya, semua menjadi tidak penting. Setidaknya kalah penting dari sensasi istilah pemandu lagu itu sendiri.
Baca Juga:Nyamuk Merajalela, Hindari Baju Warna Gelap untuk si Buah Hati ya Bun[PUISI] Muhasabah II
“Lah kerjaane aja PL, mesti gaweane ora adoh sing mendem karo zina.”
“PL kui opo jal, kan ora bedo karo pelacur. Masih mending pelacur ning lokalisasi, ora kenemenen mloroti duite wong lanang.”
“Bapa’ane tah sae tenan, tokoh masyarakat, diajeni wong kampung. Mesa’ke yo, anak wedok siji-sijine malah dadi koyo ngono…”
Itu beberapa gunjingan yang tadi sekilas kudengar lamat-lamat dari orang-orang yang bertakziah dan mengantarkan jenazah Santi sampai ke mushala. Dan jujur saja, beberapa adegan ini membuat hatiku memanas. Mulut dan tangan sama-sama gatel. Pengen berteriak atau menampar mereka yang menggosip dengan semena-mena, bahkan terhadap Santi yang tak lagi bernyawa.
“Tenang San, aku lebih tahu kamu ketimbang mereka. Bahkan kalau hanya ada satu orang yang yang bersaksi baik tentangmu, karena semua orang mengumpatmu, kupastikan satu orang itu adalah aku.”