Stop Meromantisasi Gangguan Mental: Depresi Bukan Tragedi yang Indah!

meromantisasi gangguan mental, romanticising mental illness
Radar Pekalongan - Stop Meromantisasi Gangguan Mental: Depresi Bukan Tragedi yang Indah! (Ilustrasi foto oleh Sydney Sims dari Unsplash)
0 Komentar

Ingin diakui atau mencari perhatian juga bisa jadi faktor seorang individu meromantisasi gangguan mental. Dengan embel-embel gangguan mental ingin telrihat keren, berbeda, lebih baik dari yang biasa, dan trendi. That is a big No No.

Dampak Meromantisasi Gangguan Mental

Ramainya postingan yang meromantisasi gangguan mental di media sosial bisa berdampak secara langsung pada para pejuang gangguan mental. Mereka yang benar-benar butuh pertolongan sering kali hanya dianggap mencari atensi dan bercanda. Dengan adanya hal yang seolah-olah membenarkan gangguan mental, para penderita yang telah terdiagnosis jadi “mendapat” justifikasi untuk melakukan tindakan yang bisa saja menyakiti diri mereka atau orang lain.

Klaim yang dibuat oleh individu sehat bahwa dirinya memiliki suatu gangguan mental tanpa diagnosa juga bisa membuat individu penderita mengalami krisis. Penderita akan membandingkan dirinya yang terdiagnosis dengan postinga-postingan oknum yang self proclaimed. Pikiran seperti kenapa aku yang sakit begini enggak bisa kayak “mereka” yang punya kondisi sama?, bisa memperburuk keadaan sang penderita.

Baca Juga:Alasan Neuroscience Mengapa Adulting Itu SusahCara Menghentikan Overthinking: Jalan Menuju Pikiran Damai dan Hidup Tenang

Cara Menghentikan Romantisasi Gangguan Mental

Masih sanga abu-abu untuk mendiskusikan cara menghentikan romantisasi gangguan mental. Karena masih banyak yang secara tidak sadar bahwa meraka tengah meromantisasi gangguan mental.

Kutipan seperti “sakit fisik bukan hal yang seberapa dibanding sait hati” terdengar sangat romantis dan menyentuh untuk sebagian orang. Tapi bagi orang-orang yang pernah terbesit pikiran untuk mengakhiri hidup mereka, bisa saja kutipan itu menjadi sebuah trigger. Bukan hal yang romantis jika seseorang mulai melukai fisik mereka sebagai jalan keluar dari entah apa yang menggantu hati dan pikiran mereka.

Kalaupun seseorang melarang orang lain untuk meromantisasi gangguan mental, bisa saja penderita sesungguhnya malah semakin mengisolasi diri.

Hal yang mungkin bisa dilakukan adalah menjadi pendengar bagi mereka yang ingin meluapkan isi hati mereka. Lakukan pendekatan pada teman atau keluarga yang memosting konten-konten yang meromantisasi gangguan mental, kemudian ajak mereka bicara.

0 Komentar