Meromantisasi Gangguan Mental – Saat ini, kesehatan mental sudah menjadi topik yang sering diangkat ke permukaan oleh anak-anak muda dari kalangan milenial serta generasi Z. Alasannya, karena mereka sudah mulai terbuka oleh pentingnya menjaga keutuhan batin dan raga mereka.
Keterbukaan ini menjadi wadah bagi anak-anak muda untuk saling berbagi, mencari tahu mengenai kesehatan mental lebih dalam lagi, dan mulai melakukan macam-macam hal untuk menjaga kesehatan mental mereka. Dari situ timbullah pembahasan-pembahasan mengenai gangguan mental.
Yang sering menjadi masalah adalah, ada beberapa anak muda yang menganggap bahwa gangguan kesehatan mental ini adalah hal yang glamour, estetik, berbeda dari yang lain. Sebagian ada yang mengartikan bahwa gangguan mental adalah sebuah beautiful tragedy, atau beautifully painful. Hal ini berarti sebagian remaja berpikiranbahwa ganguan mental adalah hal yang indah.
Meromantisasi Gangguan Mental
“Cape jadi bipolar, sebenatar nangis, sebentar ketawa.”
“Lelah banget sama kehidupan, depresi!”
Baca Juga:Alasan Neuroscience Mengapa Adulting Itu SusahCara Menghentikan Overthinking: Jalan Menuju Pikiran Damai dan Hidup Tenang
“Aku suka nonton film yang banyak adegan berdarah-darah gitu, psikopat nih aku”
“Tiap malem aku susah tidur, anxiaty attack terus.”
“I’m not okay, but it’s okay, I’m used to it.”
“My shampoo and conditioner ran out at the same time!”
Tanpa menguragi rasa hormat kepada individu yang benar-benar butuh pertolongan profesional atas gangguan mental yang diderita, kutipan-kutipan kalimat di atas banyak sekali ditemui di beranda media sosial remaja. Biasanya bersanding dengan foto-foto estetik hitam-putih, atau ilustrasi yang menggambarkan gangguan mental tertentu. Dibagikan dan disukai oleh mereka yang merasa paham dan relate dengan kondisi tersebut.
Seperti yang sudah disinggung di atas, meromantisasi gangguan mental berarti mengglorifikasi, atau mengangung-agungkan, gangguan mental. Padahal, gangguan mental adalah kondisi kesehatan yang memerukan tenaga medis profesional untuk mendiagnosa serta mengobatinya. Gangguan mental adalah kondisi dimana individu mengalami kesulitan untuk “berfungsi” secara sosial, karir, keluarga, pikiran, raga, perasaan serta perilaku.
Sering terjadi, orang malah melakukan self diagnose atau self proclaimed, yang mana mereka mendiagnosa diri sendiri memiliki gangguan mental. Dan mereka bangga akan hal itu, seperti sebuah pencapaian prestasi.