BATANG – Kejelasan Pembangunan Masjid Nur Said di Kalipucang Wetan Batang masih abu-abu. Hingga beberapa kali mediasi dilakukan, warga bersikukuh menolak pembangunan masjid ini di Desa Kalipucang Wetan Batang. Jika ingin dilanjutkan, warga berharap agar lokasi pembangunan bisa dipindah di desa lain.
“Sekali lagi kami sampaikan bahwa kami tidak pernah menolak pembangunan masjid. Hanya saja kami menolak jika masjid itu dibangun di desa Kalipucang Wetan. Kami berharap untuk bisa dipindah ke lokasi lain,” ujar salah satu warga, Taqiyudin saat mengikuti Rakor Penyelesaian Pendirian Masjid di Desa Kalipucang Wetan di Aula Kantor Bupati Batang, Rabu (21/12/2022).
Dijelaskannya, ia dan beberapa warga lain juga sudah mengkonfirmasi kepada ahli waris terkait wasiat pemilik tanah untuk pembangunan masjid. Salah satu ahli waris pun menyebut jika pembangunan masjid tidak harus dilakukan di Desa Kalipucang. Bisa dilakukan ditempat lain asalkan masih berada di antara Tegal dan Semarang.
Baca Juga:Indeks Kerawanan Pemilu Di Batang Masuk Kategori Rawan SedangDapat Pemasukan Hingga Rp500 Ribu Sehari, Masih Banyak Pengamen dan Pengemis yang Kucing-kucingan
“Saya dengan perwakilan warga sempat silaturahmi ke salah satu ahli waris, Ibu Mudi’ah. Dan menurut beliau pembangunan masjid sesuai dengan wasiat ayahnya tidak harus dilakukan di Kalipucang Wetan. Sepengetahuan ayahnya hanya menyebutkan agar masjid bisa dibangun di Antara Tegal dan Semarang,” ujarnya.
Sekretaris Desa Kalipucang Wetan, Bambang Edi S menjelaskan, penolakan warga terhadap rencana pembangunan masjid itu sudah berlangsung sejak 2014. Pihak pembangun, Makshum Baisa, menyebut bahwa pembangunan masjid merupakan wasiat dari orangtuanya.
“Yang jelas warga menolak. Kalau mau mediasi lagi, warga minta seluruh ahli waris, yang kami tahu ada delapan orang, hadir semua, untuk berdiskusi dengan warga,” kata sekretaris Desa Kalipucang Wetan, Bambang Edy Sudarmanto di aula Pemkab Batang, Rabu (21/12).
Ia bercerita, selama 10 kali mediasi, yang datang selalu berbeda-beda. Pihak yang menemui warga bukan ahli waris langsung, serta tidak punya kapasitas.
Bambang mengakui bahwa warga tambah kesal karena cara-cara yang dilakukan pihak pembangun selama ini. Terutama, mengandalkan pendekatan kekuasaan melalui kenalannya di pemerintahan.
“Mereka selalu mengandalkan arogannya karena merasa kenal dengan orang-orang yang punya kepentingan, jabatan di atas. Kok sampai mendagri dan sebagainya. Jalurnya masyarakat tapi tidak turun ke masyarakat,” ucapnya.