Jadi, dari satu aktivitas ekonomi melalui APBD ini, ada rantai ekonomi yang panjang di belakangnya. Sebut saja multiplier effect. Dengan melihat siklus ini, biasanya perputaran uang baru mulai menggeliat di bulan Maret. Ya sebelumnya, masing-masing OPD saja kan sampai ada yang harus cari dana talangan dulu, karna menunggu Ganti Uang (GU) yang tak kunjung cair kan? Karena uang belum cair, seorang kepala dinas misalnya tak dapat honor resmi tambahan di luar gaji dan TPP misalnya. Mumet juga kan pejabat, hehehe. Maka jangan heran kalau Pemerintah Pusat juga terus mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi APBD.
Ya biasanya siklus perputaran uang begitu adanya di daerah. Tapi tahun ini sepertinya terjadi anomali, karena bahkan setelah bulan Maret memasuki pertengahan, kondisi perputaran uang tetap saja terkesan lambat. “Mungkin banyak orang kaya yang nggak mau spend money seperti biasanya, pilih keep and saving, karena kondisi ekonomi sedang agak susah.” Itu kata orang yang kerja di lembaga keuangan.
Sekarang ke masalah kedua, yakni soal nilai uang yang dianggap menurun. Sebagian orang mengakui saat ini uang cepat sekali habis, padahal nyarinya sudah susah. Sebuah indikasi sederhana juga kan kalau kondisi ekonomi sedang sulit.
Baca Juga:Hasil Panen Bawang Merah Tak Maksimal Akibat Cuaca Ekstrem di Awal 2023Michelle Yeoh, Aktris Terbaik Oscar 2023 yang Ditakdirkan Mencatatkan Sejarah
“Nilai uang kok kaya turun ya, uang serarus ribu wes ora ono ajine. Semakin tak berdaya, cepet banget habise,” tutur salah seorang pekerja honorer, sebut saja Anto.
Tentu saja dia tak asal ngomong. Karena bukan saja teman-teman satu tongkrongannya mengamini. Lebih dari itu, dia menyimpulkan itu setelah membandingkan. Nilai uang yang sama setahun atau bahkan enam bulan lalu masih lebih tinggi dibanding saat ini. Semisal dibelikan barang yang sama, uangnya sudah tidak cukup.
Kesimpulan yang sama juga disampaikan beberapa emak-emak. Mereka mengaku harga barang-barang semakin naik, jadi jatah Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu terasa semakin kecil nilai manfaatnya. Jadi, meski tak menyebut verbal, mereka juga mungkin merasakan kondisi ekonomi sedang sulit. (*)