RADARPEKALONGAN.ID – Bulan Suci Ramadan sudah di depan mata, atmosfernya pun sudah amat terasa, bagaimana suasana hatimu menyambutnya? Nah, pastinya macam-macam tipe manusia menyambut Ramadan kan, yuk simak ulasannya.
Boleh percaya boleh tidak, hari-hari menjelang bulan Ramadan biasanya mulai dirasakan aromanya. Begitu dulu orang-orang tua berujar; “Hawane wes poso iki.” Faktanya, cuaca beberapa hari ini memang terasa amat panas, meski belum lama rasanya musim hujan membuat kita cemas. Dan cuaca panas ini, udaranya, dan gejala alam lainnya seolah mengingatkan kita dengan suasana saat berpuasa, khususnya di siang hari. Dalam bahasa kekinian, mungkin inilah Ramadan vibes.
Artinya, Ramadan memang segera tiba. Kalau aroma puasa atau Ramadan vibes tadi hanya relate dengan gejala fisik, bagaimana dengan suasana hatimu mmenyambut Ramadan? Nah, ternyata bagaimana perasaan setiap Muslim menyambut bulan Ramadan juga tidaklah seragam. Dan bagaimana setiap orang menyambutnya, mungkin bergantung juga dengan kebiasaan dan kepentingan.
Baca Juga:Tenang, Lulusan 28 SMK di Batang Siap Ditampung KITBMeriah! Tradisi Dugderan Sambut Ramadan di Pengganyom, 11 RT Tampilkan Kreasi Seni Budaya
Tipe Manusia Menyambut Ramadan
Dilansir dari republika.co.id, Ustadz Muhajir Affandi, mubaligh asal Kota Bogor, Jawa Barat, pernah mengulas hal ini. Bahwa ada tiga tipe manusia menyambut Ramadan.
Pertama, adalah mereka yang alih-alih bergembira dengan kedatangan bulan Ramadan, justru merasa tak nyaman. Mereka mungkin merasa Ramadan hanya akan membatasi kebiasaan-kebiasaan “indah” sebelumnya.
Tetapi apapun itu, sikap kelompok ini yang kesal, malas, dan mungkin ogah-ogahan dengan datangnya Ramadan, pada dasarnya juga menunjukkan keagungan bulan Ramadan. Sebab ketidaknyamanan tersebut menandakan mereka juga masih memiliki rasa hormat pada bulan suci ini.
Yang kedua, ada tipe manusia menyambut Ramadan dengan nothing to lose, apa adanya, biasa-biasa saja. Kelompok tipe ini mungkin tidak sebel dengan datangnya Ramadan, tetapi tidak juga bergembira. Ibadah Ramadan dipandang tak lebih sebagai rutinitas saja, ya rutinitas sahur, menahan lapar dan haus sejak subuh sampau maghrib, berbuka puasa, dan mungkin juga sesekali ikut salat tarawih.
Dalam bahasa Ustadz Muhajir, puasanya kelompok ini tidak meninggalkan bekas pada kualitas iman, Islam, dan taqwa. Atau bisa juga dianggap bahwa puasa tipe kelompok ini masih kering makna. Padahal, tindakan sosial setiap manusia sendiri seperti dikatakan Sosiolog Max Weber semestinya bermakna. Atau mungkin makna puasa bagi mereka ya rutinitas itu.