[Artikel] Iklim Investasi Indonesia Tidak Ramah Investor, Benarkah?

investasi
ilustrasi investasi.(foto/freepik.com)
0 Komentar

Faktor yang melatar belakangi perusahaan-perusahaan tersebut hengkang dari Indonesia selain habisnya masa kontrak kerja, faktor lainnya adalah mahalnya biaya produksi, bahan baku yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut sebagian besar berasal dari impor dan ketika kondisi rupiah melemah maka harga barang impor terasa jauh lebih mahal yang artinya akan menaikkan biaya produksi.

Selanjutnya adalah ketatnya persaingan antar korporasi, di era ekonomi global seperti sekarang para korporasi yang memiliki produk serupa dan target pasar yang sama berlomba-lomba meningkatkan kualitas produknya untuk menarik lebih banyak konsumen dan menjaga kepercayaan konsumen, dalam persaingan ini tentunya akan ada pihak yang menang dan kalah. Akibatnya, perusahaan yang kalah saing lebih memilih angkat kaki dari Indonesia karena merasa pasar di Indonesia sudah tidak lagi menguntungkan untuk mereka.

Faktor yang terakhir adalah kenaikan Upah Minimum, pihak korporasi merasa terbebani dengan kenaikan upah yang terjadi setiap tahunnya, apalagi jika kenaikan upah bersamaan dengan kenaikan harga bahan baku. Seperti yang diketahui biaya tenaga kerja dibebankan kepada beban penjualan jika upah dinaikkan maka akan berimbas kepada harga jual produk yang juga akan naik, sedangkan kenaikan harga jual produk akan melemahkan daya beli masyarakat dan apabila hal ini terjadi dalam jangka panjang akan memperburuk profitabilitas perusahaan.

Baca Juga:Hari Jadi ke-117 Kota Pekalongan, Tanggal 1 April 2023 Masuk Obyek Wisata di Kota Pekalongan GratisBI Tegal Ikut Terjun Mendorong Penerapan Ekonomi Hijau

Hengkangnya korporasi asing dari Indonesia ternyata tidak hanya terjadi di sektor non-migas saja, beberapa perusahaan raksasa yang bergerak di sektor migas satu-persatu turut serta meningggalkan Indonesia. Pada 2021 ConocoPhillips perusahaan migas asal Amerika Serikat memilih menjual seluruh asetnya di Blok Corridor kepada PT Medco Energi International padahal sebelumnya ConocoPhillips menjadi penghasil gas bumi terbesar kedua di Indonesia.

Alasan ConocoPhillips menjual seluruh asetnya adalah untuk menambah kepemilikan saham di perusahaan migas Australia. Sedangkan sejak tahun 2020, Chevron telah berniat tidak melanjutkan kontrak di industri hulu migas tanah air, pihak Chevron secara terang-terangan mengungkapkan bahwa pengeboran di Blok Rokan sudah tidak ekonomis, kontrak antara Chevron dengan Indonesia sendiri baru berakhir di tahun 2021.

0 Komentar