Murid tidak menyontek artificial intelligence pada masa sekarang sangat sulit. Tapi Bukik Setiawan memiliki 5 tips yang bisa digunakan.
RADARPEKALONGAN.ID – Apakah murid tidak menyontek artificial intelligence? Sangat sulit untuk mengeceknya. Setiap siswa memiliki handphone yang bisa akses ke web AI tersebut. Bagaimana cara mengontrolnya?
Sebagian orang di dunia pendidikan masih beranggapan bahwa teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan bisa menjadi ancaman bagi kecerdasan siswa.
Baca Juga:BURUAN DAFTAR ! Mulai Kamis 18 Mei Mobil Pengguna Biosolar Subsidi Wajib Pakai BarcodeKomisi I DPRD Kab Slawi akan Konsultasi ke Kemendagri, PAW Desa Plumbungan Ditunda, Perbup Tegal No 4 Tahun 2020 Multitafsir
Namun berbeda dengan cara berpikir Ketua Yayasan Guru Belajar, Bukik Setiawan. Dia malah berpendapat bahwa seharusnya kehadiran AI menjadi momen strategis dan refleksi bagi para pendidik. Apakah murid sudah dibekali dengan cara berpikir kritis atau belum.
Kalau target siswa dalam belajar ini adalah hafalan atau mengetahui banyak hal, maka AI akan dijadikan alat oleh siswa untuk menyelesaikan persoalannya. Tapi kalau target siswa belajar adalah menyelesaikan masalah hidupnya, AI adalah pendukung untuk siswa.
“Sejatinya dunia pendidikan dikenal sebagai kelompok penggerak perubahan. Anehnya, di dunia pendidikan malah kerap kali terseok-seok menghadapi arus perubahan yang sangat cepat. Sampai kini, masalah HP saja masih baanyak sekolah yang melarang,” kata Bukik Rabu (10/05).
Bukik Setiawan memberikan tips agar agar murid tidak menyontek Artificial Intelligence. Sudah tentu gurunya harus berubah dulu. (foto: OpenAI)
Bagaimana agar murid tidak menyontek Artificial Intelligence (AI)?
Sekarang muncul lagi kekhawatiran baru dari para guru. Jangan-jangan murid mengerjakan tugas di sekolah atau di rumah dengan cara menyalin jawaban AI. Bukik mengatakan, kondisi ini terjadi karena tugas dari sekolah banyak yang bersifat objektif.
Jawaban soal yang benar dari model tugas yang bersifat objektif umumnya hanya ada satu. Tugas model seperti ini tidak memberikan ruang gerak kepada murid untuk berpikir dan menunjukkan potensi dan menyampaikan aspirasinya.
Walaupun murid memiliki latar belakang dan pemikiran yang berbeda-beda, tapi tak ada satu pun kesempatan untuk mengeksplorasi gagasannya itu.
Baca Juga:Keren ! SMAN 3 Bandung Sewa Kereta Api Luar Biasa Sampai 7 Gerbong LhoGILA ! 3 Pebalap Astra Honda Kuasai Podium ARRC Malaysia, Cetak Sejarah di Balap Asia
“Tugas model ini menegasikan subjektivitas siswa sebagai manusia. Tidak ada ruang untuk mengekspresikan emosi, aspirasi, selera, mimpi, dan hal-hal lainnya yang menjadi ciri khas siswa sebagai manusia,” tutur Bukik.