5 Tips agar Murid Tidak Menyontek Artificial Intelligence ketika Menjawab Soal

006-Murid Tidak Menyontek Artificial Intelligence - Bukik Setiawan
Bukik Setiawan memberikan tips agar murid tidak menyontek artificial intelligence. (foto: rilis yayasan guru belajar)
0 Komentar

Dalam pandangan Bukik, tindakan murid yang dianggap amoral seperti mencontek saat menjawab soal, melakukan plagiasi dari hasil karya orang lain, hingga berani membayar orang untuk mengerjakan tugas sekolahnya adalah perlawanan dari sistem pendidikan yang sama sekali tidak menghargai subjektivitas murid.

“Coba saja dicek, dari banyaknya tindakan-tindakan tersebut, sedikit sekali yang ada kaitannya dengan moral. Justru kondisi itu menunjukkan cacatnya dalam sistem pendidikan kita yang sama sekali tidak mengapresiasi subjektivitas,” terangnya.

Bagaimana caranya agar murid tidak menyontek Artificial Intelligence. Ubahlah soal di sekolah agar siswa terdidik berpikir kritis. (foto: OpenAI)

Baca Juga:BURUAN DAFTAR ! Mulai Kamis 18 Mei Mobil Pengguna Biosolar Subsidi Wajib Pakai BarcodeKomisi I DPRD Kab Slawi akan Konsultasi ke Kemendagri, PAW Desa Plumbungan Ditunda, Perbup Tegal No 4 Tahun 2020 Multitafsir

Lima Tips Agar Murid Tidak Menyontek Artificial Intelligence

Bukik menegaskan, daripada melarang penggunaan AI, guru semestinya bisa mengubah tugas kepada murid agar lebih esensial. Bukik memberikan 5 tips agar tugas yang diberikan guru kepada siswa bisa jauh lebih bermakna. Murid tidak hanya mengandalkan tool AI untuk mengerjakan tugas dari guru.

Pertama, ubah penilaian dari format standar menjadi format yang otentik. Guru memperbanyak tugas dengan jenis jawaban yang memungkinkan siswa diberikan ruang untuk berpikir secara maksimal, sehingga dari sana akan muncul aspek otentiknya. Jangan lupa agar guru juga memberikan umpan balik yang bermakna kepada murid.

“Contohnya, ada satu tugas yang sama diberikan kepada 2 orang siswa. Sudah tentu jawaban siswa yang rumahnya tinggal di dekat sawah dengan siswa yang tinggalnya dekat perkebunan pasti akan berbeda. Cara berpikir mereka berbeda karena latar belakangnya berbeda. Asesmennya bisa lebih bermakna,” tutur Bukik.

Kedua, bergeser dari generalisasi atau yang umum ke personalisasi atau lebih spesifik. Personalisasi artinya, tugas yang diterima siswa disesuaikan dengan profil siswa itu sendiri. Strategi yang diterapkan misalnya dengan menggunakan project-based learning (PjBL).

Pada PjBL, siswa didorong agar peka terhadap persoalan di sekelilingnya. Kemudian murid diberi kesempatan untuk berpikir bagaimana agar persoalan tersebut bisa selesai. Tugas utama guru adalah memposisikan diri untuk memfasilitasi agar siswa dapaat belajar pada setiap proses PjBL.

Ketiga, tugas yang diberikan seharusnya mengajak siswa berpikir kritis. Dalam pandangan Bukik, AI bisa menghasilkan hasil yang kompleks. Bahkan dapat mendekati kreativitas seperti manusia dalam beberapa hal. Namun, tetap saja kemampuan AI untuk kritis seperti manusia masih terbatas.

0 Komentar