3 Tingkatan Taqwa dan Menjalani Proses Menjadi Orang yang Bertaqwa

Tingkatan taqwa
Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya pada pengajian Kliwonan di Kanzus Sholawat, Jumat pagi (19/5/2023). (Wahyu Hidayat/Radar Pekalongan)
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID – Rais ‘Aam Idarah Aliyah Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN) Habib Muhammad Luthfi bin Yahya di Pengajian Kliwonan Kanzus Sholawat, Jumat (19/5/2023), menjelaskan isi dari Kitab Jamiul Ushul Fil Auliya, pada Bab Taqwa, yakni tentang tingkatan taqwa.

Habib Luthfi menerangkan bahwa ayat kedua dari Surat Al Baqarah, yang berbunyi,

“ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ”

menjelaskan makna dan kedudukan dari “Hudan lil muttaqin” yang berarti “petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa”.

Baca Juga:Dukung Sistem Pangan Global, SNSU BSN Punya Peran Sangat Vital untuk Akurasi PengukuranBikin Penasaran! Ini Fitur Yamaha RX King 2023 yang Jadi Dambaan Para Pecinta Motor

Lil muttaqin di sini dapat dibagi menjadi tiga bagian, di mana tingkatan taqwa bagi orang awam berbeda dengan tingkatan taqwa bagi orang-orang yang khusus atau khawash, dan tingkatan orang-orang yang khawash tidak sama dengan tingkatan taqwanya orang yang khawas al khawash.

“Ketiga tingkatan ini tidak terpisah satu sama lain, tetapi saling berkaitan dan terhubung,” jelas Habib Luthfi.

Tingkatan Taqwa

1. Taqwanya orang awam

Tingkatan taqwa yang pertama adalah taqwanya orang awam. Taqwanya orang awam cenderung berorientasi pada pahala yang bisa didapatkan sebanyak mungkin melalui pelaksanaan amaliyah-amaliyah yang baik.

2. Taqwanya orang yang khawash

Sementara itu, taqwanya orang-orang yang khawash, ia akan mengesampingkan ganjaran. Melainkan selalu menjalankan ibadah dengan tujuan untuk bertambah makrifat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

3. Taqwanya orang yang khawash al khawas

Sedangkan taqwanya orang yang khawas al khawas, atau tingkatan yang tertinggi, seluruh hidup mereka hanya untuk berkhidmat kepada Allah Swt., dan mahabbah atau cinta mereka kepada Allah melebihi cinta kepada makhluk-Nya. Cinta yang mereka miliki kemudian menghasilkan tingkat ridha yang tinggi.

Ridha adalah kesadaran bahwa apa pun yang diberikan Allah kepada kita adalah yang terbaik. Ketika kita menerima dengan ridha segala yang Allah ciptakan, termasuk bumi yang kita pijak, kita tidak akan melakukan maksiat karena kita sadar bahwa bumi tersebut adalah milik Allah Swt., dan kita hanya meminjamnya.

Kesadaran untuk mencapai ridha ini kembali kepada masing-masing individu. Ridha juga berarti siap menerima segala keputusan Allah. Seberat apapun ujian yang diberikan, jika kita menerima dengan ridja dan mahabbah atau cinta kepada-Nya, maka hasilnya adalah taqwa dan husnuzon atau prasangka yang baik kepada Allah Swt.

0 Komentar