RADARPEKALONGAN.ID – Dahulukan mana kurban atau nafkah untuk keluarga? Pertanyaan ini acapkali muncul dalam diri seorang muslim yang berniat berkurban di Hari Raya Idul Adha, namun terkendala biaya yang terkadang hanya cukup untuk nafkah keluarganya.
Sapi untuk kurban (Hadi Waluyo)
Dengan berkurban, seorang muslim berupaya mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Ini sebagai bentuk rasa syukur dan ketaatan. Maka tak heran, banyak umat Islam yang berlomba-lomba untuk bisa kurban setiap tahunnya. Meskipun dalam kondisi keuangan yang pas-pasan.
Dalam Surah Al-Kautsar ayat 1-2 yang berbunyi, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.”
Baca Juga:Rumah Veteran Perang Direhab TNI Melalui TMMD Reguler 116, Ini Ungkapan Bahagia Mbah WasmianPenilaian Lomba Satkampling Polres Pekalongan di Desa Bojongkoneng, Disemarakkan Pentas 2 Kesenian Tradisional, Antusias Warga Pun Luar Biasa
Dalam surat al-Kautsar di atas, Allah memerintahkan manusia untuk shalat dan berkurban sebagai bentuk mensyukuri nikmat Allah. Dengan berkurban, kita dapat berbagi kebahagiaan lebih banyak. Sebab daging kurban tidak dinikmati sendiri, melainkan kepada seluruh umat muslim.
Untuk melaksanakan perintah kurban tidaklah murah. Seorang muslim perlu mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli hewan kurban. Untuk pelaksanaannya pun membutuhkan biaya dan sumber daya manusia. Oleh karena itu, muncul pertanyaan dahulukan mana kurban atau nafkah untuk keluarga?
Untuk menjawab pertanyaan dahulukan mana kurban atau nafkah untuk keluarga? Ada baiknya kita kembali melihat hukum kurban itu sendiri.
Hukum Kurban
Dilansir Rumaysho.com, hukum kurban adalah sunah muakad. Kurban adalah bagian dari syiar Islam. Muslim yang mampu hendaklah merutinkan melakukan ibadah kurban.
Jelang Hari Raya Kurban, harga sapi di pasar hewan mulai naik (Hadi Waluyo)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata,
ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ
“Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata, ‘Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca ‘bismillah’ dan bertakbir.’” (HR. Bukhari, no. 5558 dan Muslim, no. 1966)
Dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, hukum kurban adalah sunah kifayah dalam satu rumah. Jika salah satu dari ahlul bait itu berkurban, sunah kurban berlaku untuk semua. Akan tetapi, satu kambing dijadikan kurban untuk satu orang. Sedangkan, syiar dan sunah berlaku untuk semuanya.