Artinya berqurban tidak harus hilang selamanya. Namun bisa kehilangan untuk sementara waktu sampai hati telah rela dan berserah diri. Sesudah itu dapat dimiliki kembali.
Qurban di Masa Nabi Muhammad
Ilustrasi berqurban (Foto Freepik)
Hikmah Qurban di masa Nabi Muhammad sebagai Syiar Agama Allah. Hal ini tertulis dalam surat Al Hajj ayat 36 :“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta minta) dan orang yang meminta. Demikanlah Kami telah menundukan unta unta itu kepada kamu, mudah mudahan kamu bersyukur (QS. Al-Hajj 22:36)
Diterangkan oleh firman Allah, hewan qurban tidak hanya sekedar dipotong namun diperintahkan agar dagingnya dimakan dan dibagikan kepada siapa saja baik yang meminta-minta maupun yang tidak meminta.
Baca Juga:9 Tips Bepergian ke Luar Negeri buat Pemula8 Tips agar Wifi di Rumah Ngebut seperti Valentino Rossi
Hal tersebut berfungsi sebagai syiar agama Allah. Semacam peringatan hari bersejarah bagi umat Islam yang dirayakan dengan makan makan daging qurban oleh semua orang.
Selain syiar, hikmah qurban selanjutnya syari’at ini juga hendak meluruskan pandangan orang terdahulu yang menyimpang dengan mensakralkan daging sebagai sesajen dan darah qurban sebagai persembahan.
Berikut Firman Allah mengenai esensi qurban tentang ketakwaan dan kesetiaan bukan sesajen :
“Daging daging unta dan darahnya itu sekali kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayahNya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang yang berbuat baik” (QS. Al Hajj 22:37)
Ayat tersebut menegaskan sebagai mana qurban pada umat terdahulu. Bahwa esensi dari qurban itu terletak pada kerelaan kehilangan sesuatu yang dicintai secara berlebihan yang berpotensi menjadi penghalang antara hamba dengan Tuhannya.
Bukan pada darah atau sesajennya. Qurban sebagai bukti kesetiaan, wujud ketakwaan, bahwa Allah tetap nomer 1 yang diagungkan dan dijunjung tinggi diatas segalanya.