Kita semua pernah mengalami masa-masa ketika kita merasa kurang energik, kesulitan menemukan motivasi, dan malas. Meskipun merupakan hal yang wajar, kita tetap perlu untuk berusaha berhenti malas dan mulai bergerak.
Kadang-kadang kita merasa seperti ini, tetapi ketika momen-momen ini semakin sering terjadi atau berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama, kita mungkin mulai memandang diri kita sendiri secara berbeda. Tujuan kita menjadi kurang penting, kita merasa sulit untuk merasa terinspirasi dan kita mungkin mulai bertanya-tanya apakah kita mampu. Kita bahkan mungkin mulai menyebut diri kita malas. Itulah pentingnya untuk berupakan berhenti malas.
Cara Berhenti Malas
Temukan Diri Idealmu
Kita semua sudah tahu ingin menjadi siapa, bagaimana kita ingin berperilaku, tujuan yang ingin kita capai, dan bagaimana kita ingin tampil di dunia. Diri ideal adalah sebuah konsep dalam psikologi yang mengacu pada gambaran yang kita bawa dalam pikiran kita tentang seperti apa penampilan, tindakan, dan perasaan terbaik kita.
Baca Juga:Morning Habit: Ini 5 Cara untuk Menciptakan Rutinitas Pagimu5 Strategi Membangun Rutinitas Pagi yang Baik, Praktikkan Ini untuk Kebaikanmu!
Diri ideal kita sering kali merupakan gambaran produktivitas dan pencapaian tujuan tertentu, perilaku sehat, dan banyak lagi. Sehingga untuk mencapainya sangat perlu untuk berhenti malas.
Sayangnya, kehidupan kita yang sibuk sering kali tidak memberikan banyak refleksi terhadap diri ideal kita dan hal tersebut sepertinya hilang begitu saja, terselip di suatu tempat dengan jawaban masa kecil kita yang bertanya, “Kita ingin menjadi apa ketika besar nanti?”
Kita tidak sendiri: Jika kita terkadang merasa malas atau tidak produktif, kita tidak sendirian. Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa 80% orang yang menetapkan resolusi Tahun Baru akan gagal mencapai tujuan yang mereka inginkan. Apa yang membuat kita sulit bertahan, tetap produktif, berhenti malas, dan berupaya mencapai tujuan yang kita inginkan?
Ada banyak hal yang dapat menghalangi produktivitas dan pencapaian tujuan kita, sehingga membuat kita menganggap diri kita “malas”. Kadang-kadang hambatannya bersifat situasional atau terkait dengan waktu dan peluang, sementara di lain waktu kita sendiri yang menciptakan hambatan itu melalui pendekatan, pola pikir, atau metode kita.