Tahun 2022, Kasus Stunting di Kabupaten Pekalongan Menurun 11,4 Persen

Tahun 2022, Kasus Stunting di Kabupaten Pekalongan Menurun 11,4 Persen
Bupati Pekalongan Fadia Arafiq menyerahkan penambahan gizi untuk mengurangi angka stunting. (Triyono)
0 Komentar

KAJEN, Radarpekalongan.id – Dari tahun ke tahun, kasus stunting atau gizi kronis pada anak di Kabupaten Pekalongan terus menurun. Tercatat tahun 2021 kasus stunting di Kota Santri pada angka 13,48 persen atau 1.628 kasus, sedangkan ditahun berikutnya 2022 menjadi 11,4 persen atau 747 kasus.

Demikian disampaikan Bupati Pekalongan, Fadia Arafiq saat Pemberian Isi Piringku kepada anak gizi kurang melalui Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) tahap pertama dalam rangka percepatan penurunan stunting di Kabupaten Pekalongan tahun 2023 di Rumdin Pendopo Bupati, Rabu (01/02/2023).

Menurutnya, penurunan kasus stunting yang cukup lumayan tersebut berkat kerjasama yang baik semua pihak. Meskibegitu kedepan masih ada PR untuk menuju zero stunting.

Baca Juga:Inilah 6 Desa Pemenang Lomba Pengelolaan Keuangan dan Aset Desa di Kabupaten Pekalongan34 ASN Pejabat Fungsional Kabupaten Pekalongan Dilantik, Inilah Jabatan Barunya

”Kita masih punya PR 11,4 persen yang harus diperhatikan sehingga kerjasama yang baik harus kembali ditingkatkan dan tidak boleh lepas. Bahkan kalau bisa jumlah tersebut hilang total atau di Kabupaten Pekalongan tak ada kasus stunting,” ujar Bupati.

Adapun untuk saat ini, permasalahan stunting memang masih menjadi perhatian di Jateng dan Alhamdulillah Kabupaten Pekalongan masih berada di bawah provinsi Jateng. Walau begitu, tandas Fadia, Pemkab Pekalongan tidak boleh lengah sehingga semua pihak harus kerja bareng supaya ke depan bisa semakin menurun, bahkan hilang sama sekali.

”Stunting ini muncul pasti ada penyebabnya dan hal ini perlu menjadi perhatikan,” tegas dia.

Dari informasi yang diperoleh, salah satu penyebabnya, di Kabupaten Pekalongan masih banyak anak-anak di bawah umur namun sudah menikah. Bahkan Ketua Pengadilan Agama Kota Santri dan KUA menemuinya meminta agar Pemkab memperhatikan masalah tersebut.

Semua pihak mulai lurah, camat, tokoh masyarakat, ibu-ibu PKK, Dharmawanita, dan lainnya supaya bekerjama jika ada anak anak di bawah umur yang ingin izin menikah.Mereka diberi edukasi agar jangan cepat menikah karena masih muda dan dikhawatirkan tidak bisa meperhatikan soal gizi anaknya. Di samping itu juga tidak tahu bagaimana harus kontrol kesehatan setiap bulan serta kadang-kadang konflik rumah tangga sering terjadi.

”Apalagi kalau pekerjaan suaminya belum jelas, hal ini bisa menjadi salah satu penyebab konflik rumah tangga,” kata Fadia.

0 Komentar