Mulai Bekerja Sewajarnya, Baikkah Quiet Quitting Untukmu?

Baikkah Quiet Quitting Untukmu
Baikkah Quiet Quitting Untukmu. (Sumber: freepik.com)
0 Komentar

Gila kerja menjadi momok yang banyak dibicarakan akibat negatifnya. Hal tersebut kemudian membuat quiet quitting mulai populer, terutama di sosial media, di mana orang mulai bekerja dalam batas-batas pekerjaan yang mereka miliki.

Mengenal Quiet Quitting

Quiet quitting tidak berarti berhenti bekerja sepenuhnya, melainkan orang menolak untuk mengejar pencapaian yang berlebihan dan tidak melanggengkan hustle culture. Orang memilih untuk membuat batasan antara diri dan pekerjaan mereka.

Di lingkungan pekerjaan misalnya, orang hanya bekerja untuk memenuhi ketentuan pekerjaan yang mereka miliki dan membangun batasan dengan pekerjaan di luar tanggung jawab mereka. Biasanya, orang bekerja ekstra untuk mengesankan bos mereka, mencapai jabatan tertentu, dan lainnya. Quiet quitting meminimalisir hal tersebut, terutama jika sudah mengesampingkan kebaikan tubuh.

Baca Juga:Fenomena Hustle Culture, Gila Kerja yang Berbahaya

Seorang profesor perilaku organisasi di Universitas Nottingham dan director di Centre for Interprofessional Education and Learning, menggambarkan bahwa quiet quitting adalah melakukan hal minimum yang diperlukan dalam pekerjaan tanpa membiarkannya mendistraksi bagian lain dari hidup mereka.

Orang mungkin ingin menemukan pekerjaan yang lebih baik atau keseimbangan hidup sehingga memilih perilaku ini. Mereka berhenti bekerja di luar waktu yang dialokasikan untuk pekerjaan dan tidak lagi menempatkan produktivitas di atas kesejahteraan mereka.

Apa Tanda Quiet Quitting?

Paulla Allen, seorang wakil presiden senior dalam Research and Total Wellbeing at LifeWorks, menggambarkan beberapa tanda quiet quitting.

Pertama, orang mulai menolak untuk melakukan pekerjaan di luar deskripsi pekerjaan yang harus mereka patuhi. Orang juga tidak membalas pesan pekerjaan di luar jam kerja atau di hari libur yang berhak mereka dapatkan. Mereka menggunakan waktu di luar pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan istirahat, nutrisi tubuh, hingga kebutuhan psikologis.

Jika seorang dengan hustle culture atau seorang workaholic memaksimalkan waktu untuk bekerja bahkan hingga lembur, orang dengan quiet quitting memilih meninggalkan kantor tepat waktu. Mereka tidak berambisi untuk pencapaian yang berlebihan dan mengurangi ketertarikannya untuk selalu berada di atas garis aman untuk mendapatkan kesempatan promosi.

0 Komentar