[CERBUNG) Sang Pemandu Lagu

Pemandu lagu
Ilustrasi karaoke (freepik)
0 Komentar

***Selepas isya, aku memutuskan pergi lagi ke Luxury Karaoke, tempat di mana Santi bekerja. Meski baru semalam aku ke tempat ini, meski baru tadi pagi aku berjanji ke Santi, sang pemandu lagu yang belakangan dekat denganku, tapi aku masih tak tahan meredam perasaanku yang tak karuan.

Baca chapter sebelumnya: [CERBUNG] Sang Pemandu Lagu

Aku sudah berjalan mencari nomor room pesananku. Sambil bermain HP, melewati room demi room di kanan kiri, dengan suara audio yang tak benar-benar kedap. Dari lagu cadas sampai dangdut koplo. Dari yang suaranya merdu sampai memekakkan telinga, mirip Jayen.

Baru saja aku mencari nomor kontak Santi, tiba-tiba pintu room di depanku didorong dengan kasar. Seorang lelaki paruh baya berkacak pinggang tepat di pintu. “Keluar kamu! Aku nggak butuh PL kaya kamu, bayar mahal-mahal nggak ngapa ngapain. Sana bilang Mamih -mu, aku minta PL yang lain!”

Baca Juga:[PUISI] AKULAH WANITASerunya Prosesi Pilketos di SMPN 2 Comal, dari Bentuk KPO sampai Maskot Si Memos

Wah, songong sekali nih si bapak-bapak. Usia mungkin menjelang 50, tubuhnya sedikit gendut dengan perut yag membuncit. Wajahnya sangar, tetapi ada guratan-guratan mesum.

Pemandangan macam ini juga bukan hal baru bagiku. Aku berhenti karena kaget saja, kejadiannya persis di depanku, di longue karaoke yang lumayan sempit. Aku baru saja hendak melangkahkan kaki, ketika tiba-tiba si bapak-bapak tadi menarik pemandu lagu dengan agak kasar. Kulihat lebih jelas, dan pemandangan selanjutnya membuatku mematung sekian detik.

“Hah, Santiii….”

Sontak jiwa kelelakianku pun meronta. Kutarik tangan Santi pelan lantas memeluknya dengan erat. “Kamu nggak apa-apa San?,” kataku sambil memegang dagunya. Wajahnya tampak tegang, matanya sembab, ada bercak air mata yang menetes.

“Aku nggak papa Mas. Sebentar, aku mau nyari Mamih dulu.”

Aku melepaskan pelukanku, tetapi tanganku langsung menggenggam erat tanganya. Mataku kini tertuju ke si bapak mesum tadi. Kutatap dengan amarah. Kalau saja tatapan bisa membunuh, tentu si bapak itu kini sudah tergeletak di lantai.

“Om, nggak usah kasar-kasar begitu lah. Kalau mau minta ganti PL kan tinggal bilang, nggak usah bentak-bentak apalagi narik paksa kaya tadi.” Amarahku memang sukses menaikkan nyaliku.

0 Komentar