Unik! 10 Tradisi 1 Suro Tahun Baru Islam di Berbagai Daerah, Mulai dari Mubeng Beteng, Jamasan Pusaka hingga Sedekah Laut

tradisi 1 suro
tradisi 1 suro di berbagai daerah di Indonesia
0 Komentar

RADAR PEKALONGAN.ID – Tradisi 1 Suro yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam tahun ini kental dengan mitos dan khazanah budaya Jawa lainnya. Bahkan banyak orang bilang di malam Satu Suro ini, masyarakat tidak disarankan untuk keluar rumah karena diyakini di momen ini gerbang antara dunia gaib dan manusia bertemu.

Dalam penanggalan Jawa, bulan Suro tepatnya pada malam 1 Suro ini terdapat beberapa upacara adat dan mitos-mitos yang tidak boleh dilakukan. Malam 1 Suro merupakan awal bulan pertama tahun baru atau yang dikenal sebagai Tahun Baru Islam, yakni di bulan Suro.

Penanggalan 1 Suro mengacu pada kalender Jawa. Kalender Jawa sendiri diterbitkan pertama kali oleh Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Baca Juga:Praktis! 4 Resep Tumis Brokoli, Rekomendasi Lauk Menu Makan Siang yang MenggodaPraktis! 3 Langkah Cara Membuat Sambal Matah untuk Aneka Hidangan Sehari-Hari

Diketahui kalender Jawa merupakan penggabungan antara penanggalan hijriyah atau kalender Islam (Qomariyah), Hindu, dan masehi.

Di malam 1 Suro juga bertepatan dengan tanggal 1 Muharram dalam kalender Islam dan diperingati setelah maghrib.

Nah, setiap malam 1 Suro, di daerah Jawa sangat kental dengan perayaan-perayaan tradisi 1 suro di berbagai daerah. Berikut merupakan beberapa tradisi 1 Suro dari berbagai daerah di Indonesia.

Berbagai Tradisi 1 Suro Tahun Baru Islam di Indonesia

1. Tapa Bisu Mubeng Beteng – Keraton Yogyakarta

Tradisi tapa bisu mubeng benteng – Kraton Yogyakarta (foto:@jogjaevents)

Tapa Bisu merupakan tradisi 1 suro tahunan berkeliling Keraton Yogyakarta tanpa sepatah kata pun. Tradisi Mubeng Beteng Tapa Bisu Lampah sendiri sebenarnya sudah rutin dilakukan sejak zaman Sri Sultan Hamengku Buwono II untuk menyambut turunnya saat malam pertama suro.

Rangkaian ritual Topo Bisu diawali dengan lagu Macapat yang dinyanyikan oleh para abdi dalem Keraton Srimanganti Yogyakarta yang berisi doa dan harapan dalam kata-kata balada lagu Macapat yang dinyanyikan.

Meditasi hening atau tapa bisu dimulai dari tengah malam hingga dini hari dan dimulai saat lonceng Kyai Brajanala dibunyikan sebanyak 12 kali di ring Keben. Kemudian para abdi dalem dan juga peserta tirakat mulai berjalan mengitari benteng Keraton Yogyakarta.

Baca Juga:Bingung Mau Sarapan Apa? Ini Dia 9 Rekomendasi Menu Sarapan Pagi Simpel dan Enak, Dijamin Kenyang!Gampang Banget! 5 Resep Masakan Serba Buncis, Bikin Suami Makin Sayang

Rute Tapa Bisu dimulai dari Kelurahan Pancaniti, Jalan Rotowijayan, lalu Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, lalu Jalan Wahid Hasyim, Suryowijayan, melewati Pojok Beteng Kulon, Jalan MT Haryono, Pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo dan berakhir di Alun-alun Utara Yogyakarta.

0 Komentar